redaksiutama.com – Jakarta, CNBC Indonesia – Nilai tukar rupiah menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) di awal perdagangan Selasa (27/12/2022), saat perdagangan sedang sepi. Begitu perdagangan dibuka, rupiah langsung menguat 0,06% ke Rp 15.620/US$, melansir data Refinitiv.
Sepinya perdagangan terlihat di Bursa Efek Indonesia (BEI). Nilai transaksi di pasar saham kemarin hanya sebesar Rp 6,4 triliun awal pekan kemarin. Ini menjadi transaksi terendah di sepanjang bulan Desember.
Sepinya perdagangan bisa saja terjadi sepanjang pekan ini yang berisiko memicu volatilitas tinggi.
Mesi demikian, investor asing sudah mulai masuk kembali ke pasar obligasi sejak November lalu yang membuat nilai tukar rupiah menjadi lebih stabil, bahkan bisa jadi akan menguat ke depannya.
Ekonom PT Bank Mandiri Tbk. Faisal Rachman mengungkapkan kemungkinan adanya capital inflow terbuka lebar,karena kenaikan suku bunga bank-bank sentral dunia sudah mulai melandai. Artinya, tren kenaikan sudah akan mendekati puncak.
“Di sisi lain, kondisi fiskal kita cukup baik dimana defisit terhadap GDP (produk domestik bruto/PDB) tercatat kecil, dan ekonomi kita mencatat kinerja yang baik. Jadi kami melihat inflow pada pasar SBN masih dapat terus berlanjut,” ungkapnya kepada CNBC, Senin (19/12/2022).
Senada dengan Faisal, Direktur CELIOS Bhima Yudhistira menuturkan proyeksi defisit APBN pada akhir tahun 2022 yang terbilang rendah atau di bawah asumsi menjadi faktor utama dari inflow ke pasar SBN.
Menurutnya, kondisi ini menimbulkan optimisme bahwa defisit APBN rendah yang ditopang oleh penerimaan komoditas dan rendahnya realisasi belanja pasca Covid-19.
Kemudian, faktor pendukung kedua adalah keputusan the Fed menaikkan suku bunga 50 basis points (bps) beberapa waktu lalu.
“Sebagian melihat inflasi di AS mulai melandai yang menandakan bahwa BI mungkin tidak perlu terlalu agresif naikkan suku bunga tahun depan,” katanya kepada CNBC Indonesia.
Dia menambahkan ancaman resesi juga membuat pelaku pasar mulai mencari negara berkembang dengan pertumbuhan yang lebih stabil tahun depan.
“Indonesia sejauh ini masih diharapkan mencatat pertumbuhan di rentan 4,3-4,8% tahun 2023,” tegasnya.
Tahun depan, dia berharap akan inflow karena pada saat itu kebutuhan lelang SBN meningkat sebagai persiapan pembayaran kebutuhan belanja pemerintah di kuartal berikutnya.
Selain itu, inflow di pasar SNB tentunya bisa menjadi tenaga bagi rupiah untuk menguat.