redaksiutama.com – Jakarta, CNBC Indonesia – Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,03% ke Rp 15.655/US$. Sayangnya penguatan tidak bisa dilanjutkan, rupiah justru berbalik melemah sepanjang perdagangan hingga berakhir di Rp 15.700/US$.
Kabar baik dari China juga belum mampu mendongkrak kinerja rupiah. Sebagai negara dengan nilai perekonomian terbesar kedua di dunia, dan pasar ekspor terbesar Indonesia, kabar baik dari China tentunya bisa memberikan dampak positif ke rupiah.
China terus melonggarkan kebijakan Covid-19 nya. China kini tidak mengharuskan pendatang untuk melakukan karantina.Pelonggaran demi pelonggaran diharapkan bisa semakin membangkitkan ekonomi Beijing.
Selain itu, investi asing yang mulai masuk lagi ke pasar obligasi bisa menjadi tenaga bagi rupiah untuk menguat.
Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR), sejak November hingga 23 Desember ada capital inflow nyaris Rp 50 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN).
Ekonom PT Bank Mandiri Tbk. Faisal Rachman mengungkapkan kemungkinan adanya capital inflow terbuka lebar,karena kenaikan suku bunga bank-bank sentral dunia sudah mulai melandai. Artinya, tren kenaikan sudah akan mendekati puncak.
“Di sisi lain, kondisi fiskal kita cukup baik dimana defisit terhadap GDP (produk domestik bruto/PDB) tercatat kecil, dan ekonomi kita mencatat kinerja yang baik. Jadi kami melihat inflow pada pasar SBN masih dapat terus berlanjut,” ungkapnya kepada CNBC, Senin (19/12/2022).
Sayangnya, akibat perdagangan sepi rupiah jadi sulit menguat. Sepinya perdagangan terlihat dari transaksi di Bursa Efek Indonesia (BEI). Di awal pekan, nilai transaksi di pasar saham hanya sebesar Rp 6,4 triliun. Ini menjadi transaksi terendah di sepanjang bulan Desember. Kemudian kemarin nilai transaksi tercatat sebesar Rp 8,5 triliun, meski naik tetapi masih jauh di bawah rata-rata tahun ini sekitar Rp 14 triliun.
TIM RISET CNBC INDONESIA