redaksiutama.com – Rusia melarang ekspor minyak ke negara G7, termasuk Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris, Amerika Serikat (AS) serta Australia dan Uni Eropa. Namun, hanya sebagian negara yang akan kalang kabut mencari pasokan.
Kebijakan Rusia ini sebagai bentuk balas dendam Presiden Rusia Vladimir Putin kepada negara-negara tersebut karena telah menerapkan kebijakan batas harga impor minyak.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad mengatakan sementara AS dan Kanada masih akan lebih tenang. Hal itu disebabkan karena AS mampu memproduksi minyak 18,8 juta barel dan Kanada 5,6 juta barel.
Sedangkan negara yang akan mencari-cari pasokan minyak lain yaitu Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris, dan Uni Eropa.
“AS produksinya sekitar 18,8 juta barel, Kanada 5,6 juta barel, China 4,9 juta barel, Irak 4,1 juta barel, UEA 3,8 juta barel, Brazil 3,7 juta barel, Iran 3,4 juta barel, dan Kuwait 2,7 juta barel,” katanya kepada detikcom, Rabu (28/12/2022).
Walaupun kata Tauhid kenaikan harga minyak akibat tindakan Rusia dipastikan akan dirasakan semua negara. Harga minyak bumi atau crude oil diprediksi akan melonjak ke angka di atas US$ 100 per barel.
“Ini berlaku untuk semua negara ya, tanpa terkecuali harga crude oil ini naik,” tuturnya.
Tauhid juga menjelaskan, siasat yang menjadi pilihan dari negara-negara terdampak kebijakan Putin dengan membeli minyak dari negara lain. Misalnya, negara Uni Eropa akan cenderung merayu anggota negara OPEC+ untuk menyalurkan minyaknya.
“Negara-negara itu paling membelinya di negara antara, jadi kemungkinan Rusia akan ekspor besar-besaran ke Turki. Nah itu Eropa bisa membeli ke Turki karena kan punya hubungan baik. Tetapi kan harga akan besar jauh lebih mahal. Atau dengan merayu negara di OPEC supaya mengguyur, balik lagi harga tidak akan sama,” jelasnya.
Dihubungi terpisah, Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy juga mengatakan negara G7 yang tidak memiliki produksi minyak sendiri bisa mendapatkan kebutuhan dari negara OPEC. Walaupun diakui, jika ada batasan suplai dari Rusia yang tidak bisa dihindari adalah kenaikan harga.
“Sehingga meskipun negara-negara ini masih bisa tetap mendapatkan suplai minyak tetapi harganya berpotensi akan meningkat,” tuturnya.
Yusuf menjelaskan yang juga perlu diwaspadai adalah ketika harga minyak meningkat maka tendensi dampaknya kenaikan inflasi.
“Padahal kita tahu inflasi di negara-negara ini seperti misalnya Amerika Serikat itu saat ini tengah berada pada tren yang relatif masih tinggi dan apabila di tahun depan harga minyak itu mengalami kenaikan akibat terbatasnya suplai maka inflasi di negara-negara ini tentu akan mengalami kenaikan,” tutupnya.