B20 Finance & Infrastructure Task Force menggelar forum dialog B20-G20 Indonesia yang membahas pembiayaan berkelanjutan demi pemulihan global di Hotel Sofitel Nusa Dua Bali, Kamis (14/7). Dialog bersama ini mengambil tema “Building Coalitions to Enable Greener and Smarter Infrastructure Development at Scale” ini menekankan pada pembiayaan berkelanjutan demi pemulihan global.
Chair of B20 Indonesia Shinta Kamdani menyatakan, tujuan forum adalah untuk mengkomunikasikan, mendiskusikan rekomendasi kebijakan yang dihasilkan B20 Finance & Infrastructure Task Force, serta bagaimana mengimplementasikan semua rekomendasi untuk menghasilkan dampak yang lebih besar.
Menurut Shinta, pandemi Covid-19 mempengaruhi investasi pemerintah dan sektor swasta untuk pengembangan infrastruktur sekaligus terhadap akses pembiayaan.
“Karenanya, para pebisnis, menkeu dan gubernur bank sentral harus berkomitmen berkolaborasi mengupayakan peningkatan sumber pembiayaan infrastruktur dengan cara berkelanjutan, inklusif, mudah diakses dan terjangkau”.
Ketua Umum KADIN Indonesia Arsjad Rasjid menyetujui langkah revitalisasi pembiayaan dan infrastruktur global yang berkelanjutan, inklusif, mudah diakses dan terjangkau perlu diakselerasi dengan keterlibatan sektor swasta untuk mendukung investasi publik dan lembaga keuangan internasional yangsejalan dengan G20 Roadmap to Infrastructure.
“Mobilisasi investasi infrastruktur juga dilakukan untuk meningkatkan inklusi sosial dan mengatasi kesenjangan antar wilayah. Dalam rangka mendukung inisiatif tersebut, lembaga keuangan internasional perlu memfasilitasi melalui penyediaan trust fund guna membantu negara miskin dan berkembang,” tutur Arsjad.
Chair Finance & Infrastructure Task Force/CEO Indonesia Investment Authority (INA) Dr. Ridha Wirakusumah menyatakan, selama 10 bulan ini, gugus tugas Finance & Infrastructure yang terdiri dari 115 anggota dari 25 negara, telah merumuskan empat butir rekomendasi kebijakan yang didiskusikan bersama pada acara B20-G20 Dialogue. Rumusan final rekomendasi ini selanjutnya akan diajukan dalam KTT G–20.
Empat rekomendasi yang dirumuskan adalah, pertama, meningkatkan akses ke sumber pembiayaan yang terjangkau dan sesuai. Kedua, mendorong kolaborasi antar negara untuk mempercepat transisi yang adil menuju net-zero, yakni jumlah emisi karbon yang dilepaskan ke atmosfer, tidak melebihi jumlah emisi yang mampu diserap oleh bumi. Ketiga, mempercepat pengembangan dan adopsi infrastruktur digital dan cerdas, dan yang keempat adalah memperbaiki regulasi jasa keuangan global untuk mencapai keseimbangan yang lebih baik antara pertumbuhan ekonomi, produktivitas dan stabilitas.
Keempat rekomendasi dari gugus tugas Finance & Infrastructure ini, menurut Ridha Wirakusumah, berangkat dari fakta bahwa saat ini masih terdapat sebuah kesenjangan infrastruktur, perbedaan yang signifikan antara perkiraan kebutuhan infrastruktur dan realisasi penyediaan infrastruktur.
Sebagian besar hal tersebut disebabkan oleh kurangnya pendanaan pemerintah dan ketidaktersediaan pembiayaan swasta untuk mengisi kesenjangan yang ada. Kesenjangan infrastruktur yang semakin besar ini, juga diperparah oleh pandemi Covid-19.
Diperkirakan, kesenjangan infrastruktur secara kumulatif akan mencapai US$$ 10,6 triliun pada tahun 2040 di negara-negara G-20 dan US$ 15 triliun di seluruh dunia. Keadaan ini lebih signifikan terlihat pada negara-negara berkembang, seperti Indonesia.
Artikel ini bersumber dari swa.co.id.