Revisi Rancang Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) nyaris rampung dan segera memasuki tahap akhir pembahasan. Kini, hanya tersisa 14 isu dari 700-an pasal yang ada di dalam beleid tersebut.
“RUU KUHP ini mencakup lebih dari 700 pasal, yang kalau diurai ke dalam materi-materi rinci bisa ribuan masalah. Tetapi, sekarang masih ada beberapa masalah. Kira-kira 14 masalah yang perlu diperjelas,” ujar Menko Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam), Mahfud MD, melansir akun YouTube Sekretariat Presiden, Jakarta, pada Selasa (2/8).
Ke-14 isu tersebut, yakni hukum yang hidup dalam masyarakat (the living law), pidana mati, penyerangan terhadap harkat dan martabat presiden dan wakil presiden, tindak pidana karena memiliki kekuatan gaib, dokter atau dokter gigi yang melaksanakan pekerjaannya tanpa izin, unggas dan ternak yang merusak kebun yang ditaburi benih, dan contempt of court berkaitan dengan dipublikasikan secara langsung tak diperkenankan.
Kemudian, advokat curang dapat berpotensi bias terhadap salah satu profesi penegak hukum saja yang diatur dan diusulkan dihapus, penodaan agama, penganiayaan hewan, penggelandangan, pengguguran kehamilan atau aborsi, perzinaan, kohabitasi, serta pemerkosaan. Isu-isu ini menuai polemik di masyarakat.
Mahfud melanjutkan, pemerintah hendak berdiskusi secara terbuka dan lebih proaktif melalui dua jalur dalam menyelesaikan ke-14 isu tersebut. Ini sesuai arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam rapat internal tentang kelanjutan pembahasan RUU KUHP di Istana Kepresidenan Jakarta.
“Pertama, akan terus dibahas di DPR untuk menyelesaikan masalah ini. Kemudian, jalur yang kedua, terus melakukan sosialisasi dan diskusi ke simpul-simpul masyarakat yang terkait dengan masalah-masalah yang masih didiskusikan itu,” terangnya.
“Kami diminta untuk mendiskusikan lagi secara masif dengan masyarakat untuk memberi pengertian dan justru meminta pendapat dan usul-usul dari masyarakat,” jelasnya. “Mengapa? Karena hukum itu adalah cermin kehidupan masyarakat sehingga hukum yang akan diberlakukan itu juga harus mendapat pemahaman dan persetujuan dari masyarakat.”
Diskusi-diskusi terbuka akan difasilitasi Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Johnny G. Plate. Sementera itu, materinya bakal disiapkan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
Artikel ini bersumber dari www.alinea.id.