Ombudsman nilai pendaftaran PPDB secara online belum optimal

“Ini yang juga memperlambat, sehingga banyak calon-calon peserta didik yang terlempar atau tidak terdaftar untuk gelombang selanjutnya,” paparnya.

Terkait pengumuman penetapan dan daftar ulang, temuan Ombudsman menunjukkan calon peserta didik akhirnya tidak memperoleh sekolah. Indraza mengatakan, hal ini disebabkan jumlah sekolah di tingkat pendidikan selanjutnya memiliki daya tampung yang lebih sedikit daripada tingkat pendidikan sebelumnya. 

Selain itu, Indraza juga menyoroti praktik pungutan liar (pungli) di sekolah-sekolah kepada calon siswa. Poin ini dinilai Indraza cukup banyak terjadi dalam dugaan penyimpangan prosedur terkait tahapan PPDB.

“Yang paling banyak sebetulnya adalah adanya pungli dengan dalih uang komite, uang OSIS, uang seragam, uang bangunan,” ucap dia.

Adapun poin terakhir yang jadi temuan Ombudsman dalam tahapan PPDB yakni penambahan rombongan belajar yang tidak sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan. Indraza mengatakan, ada kebijakan di mana dalam satu rombongan belajar maksimal terdiri dari 36 orang per kelas, dengan maksimal 1 angkatan adalah 12 kelas.

“Namun kenyataannya di lapangan itu kan ketika dibuka kuota itu hanya 8. Tetapi pas di lapangan, bisa jadi lebih dari 12 kelas, dan dalam satu kelas itu bisa lebih dari 36 siswa. Hal ini juga ditakutkan itu akan memberikan peluang kepada oknum-oknum yang ada sebagai pelaksana PPDB untuk melakukan penyelewengan,” jelasnya.

Berkenaan dengan permasalahan tersebut, Ombudsman memberikan sejumlah saran kepada Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek). Di antaranya, membangun sistem PPDB Online secara nasional yang setidaknya memuat tentang pengumuman pendaftaran, jalur pendaftaran, sinkronisasi Dapodik & NISN, informasi realtime yang bisa diakses masyarakat, sistem pengawasan dan sarana pengaduan.

Kemudian, Mendikbud Ristek disarankan melakukan penyesuaian regulasi PPDB tahun mendatang dan menjadikan permasalahan di lapangan tidak terulang lagi. Untuk itu, perlu regulasi yang mengatur lebih detail terkait sosialisasi.

Berikutnya, Mendikbud Ristek diminta memastikan pemerataan ketersediaan fasilitas pendidikan dengan mutu setara di berbagai wilayah, khususnya di daerah padat penduduk. Terakhir, koordinasi dengan instansi terkait untuk pemerataan ketersediaan jaringan internet di berbagai daerah, serta menyusun mekanisme koordinasi dan pengawasan yang ketat antara pusat dan daerah.
 


Artikel ini bersumber dari www.alinea.id.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!