Masuk Ranah Perdata, Kasus Mahkota Properti Dihentikan

Jakarta: Bareskrim Polri telah menggelar perkara kasus dugaan penipuan yang dilaporkan 28 korban terhadap PT Mahkota Properti Indo Permata (MPIP) dan PT Mahkota Properti Indo Senayan (MPIS). Kasus tersebut dinyatakan tidak bisa lanjut karena masuk ranah perdata.
 
“Karena sudah menempuh keperdataan melalui putusan Homologasi Nomor 76/PD.Sus-PKPU/2020/PN.Niaga Jkt.Pst,” kata tim kuasa hukum PT MPIP dan PT MPIS, Adek Erfil Manurung, di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Rabu, 13 Juli 2022.
 
Adek Manurung ikut dalam gelar perkara khusus di Biro Pengawas Penyidikan (Wassidik) Bareskrim Polri yang juga dihadiri pelapor Ronny Sumenep, Verawaty Sanjaya, Maria Jene, serta kuasa hukumnya, Alvin Lim. Ekspose itu juga menghadirkan Ahli Bisnis Pasar Modal dan Pidana, Ekawaty Kristianingsih.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Dari Kepolisian dihadiri perwakilan Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum), Bidang Hukum (Bidkum), Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri, tim penyidik Mabes Polri dan tim Penyidik Subdit Fismondev Polda Metro Jaya. Ada tiga laporan polisi dalam kasus ini, yakni Laporan polisi Nomor: LP/2228/IV/YAN.2.5/2020 Spkt.PMJ tertanggal 9 April 2020 dengan pelapor Sukrisrich Putra.
 
Lalu, Laporan Polisi Nomor: LP/2644/V/YAN.2.5/2020/Spkt.PMJ tertanggal 4 Mei 2020 dengan pelapor Ronny Sumenep. Laporan ketiga adalah LP Nomor: LP/3161/VI/YAN.2.5/2020/Spkt.PMJ tertanggal 4 Juni 2020 dengan pelapor Victory Imanuel Martindas.
 
Adek Manurung menyebut saat gelar perkara tersebut, terungkap adanya keinginan dari salah satu pelapor, yakni Maria Jene yang memilih opsi untuk dilakukannya pembayaran berdasarkan putusan Homologasi. Namun, dua pelapor lainnya lebih memilih proses hukum pidana.
 
“Pasangan suami istri ini menginginkan Pak Raja Sapta Oktohari untuk dipenjara ketimbang uangnya kembali,” kata Adek.
 

 
Padahal, kata Adek Manurung, fakta pada gelar perkara tersebut, Raja Sapta Oktohari tidak mengenal kedua pelapor. “Bagaimana mungkin Pak Okto menawarkan (bisnis properti) kepada keduanya, hal ini membuktikan mereka ini ingin mengkriminalisasi dan mencemarkan nama baik Pak Okto,” ujar Adek Manurung.
 
Dia melihat tak ada keinginan Verawaty dan Ronny untuk duitnya kembali. Kedua pelapor hanya ingin melanjutkan proses hukum. Selain itu, ujar dia, kedua pelapor tidak ada iktikad baik menyelesaikan masalah tersebut.
 
“Awalnya keduanya mau berdamai. Ketika ditawarkan penawaran berupa pergudangan di daerah Banten sesuai dengan total tagihan senilai Rp18 miliar, tetapi kedunya menolak. Alasannya sertifikatnya bodong,” ujar Adek Manurung.
 
Adek Manurung pun memperlihatkan bukti sertifikat pergudangan tersebut. Dia memastikan sertifikat itu tidak bodong.
 
Adek Manurung mengatakan PT MPIP dan PT MPIS telah melaksanakan 20 persen dari total tagihan kreditur yang ada dari keputusan Homologasi yang berakhir pada 2026. Dia memastikan kliennya akan mengembalikan uang pelapor.
 
Sementara itu, kuasa hukum PT MPIP dan PT MPIS lainnya, Hilmy F Ali, mengatakan PT MPIP dan PT MPIS tidak menghimpun dana, sehingga tidak memerlukan izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kedua perusahaan itu disebut hanya menjual produk, yakni MTN dan revo saham yang diikat oleh perjanjian.
 
“Bukan menghimpun dana dari masyarakat, jadi peristiwa tersebut adalah peristiwa perdata antara debitur dan kreditur,” terang Hilmy.
 
Kuasa hukum lainnya, Suya Simbolon, mengungkapkan kasus tersebut sebetulnya sudah selesai karena ada legalisasi putusan Homologasi Nomor 76/PD.Sus-PKPU/2020/PN.Niaga Jkt.Pst. “Hubungan PT Mahkota sebagai debitur dan nasabah sebagai kreditur sudah diselesaikan di PKPU. Kita harus tunduk dan patuh terhadap putusan pengadilan,” kata dia.
 
Surya menilai pelapor tidak puas dengan lima skema dalam putusan Homologasi karena ada kepentingan kuasa hukumnya. Dia mengimbau pelapor tidak mengutamakan kepentingan suara kuasa hukumnya, karena dapat merugikan kreditur PT Mahkota yang jumlahnya mencapai 5 ribuan orang.
 
“Jangan sampai ambisius satu dua orang ingin mengkriminalisasi orang lain, tujuan bersama jadi buyar. Mari sebagai warga negara yang baik, kita jalankan putusan Homologasi yang berkekuatan hukum tetap,” kata dia.
 

(AZF)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!