Bill menekankan pentingnya peran keuangan campuran (blended finance) untuk meningkatkan investasi. Pembiayaan keuangan campuran mengatasi perbedaan antara risiko dugaan dan risiko riil, serta rasio risiko/imbalan yang buruk melalui modal lunak dan jaminan untuk pembangunan.
“Hal ini mencerminkan upaya menyalurkan dana ke tangan orang-orang yang akan mampu menghasilkan dampak terbesar dan itu membutuhkan kemitraan publik-swasta yang luar biasa besarnya untuk mencapai hal ini,” kata dia, dalam side event G20, dilansir Minggu, 17 Juli 2022.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Laporan Just In Time yang dikeluarkan Standard Chartered menunjukkan bahwa kesenjangan pendanaan di pasar negara berkembang saat ini sangat besar yakni USD95 triliun. Tetapi terdapat juga peluang sebesar USD83 triliun untuk berinvestasi ke pasar negara berkembang melalui transisi yang adil.
Negara berkembang yang mendanai sendiri proses transisi akan merasakan dampak pada pendapatan masyarakat. Tanpa adanya dukungan, kemiskinan masyarakat di pasar negara berkembang bisa meningkat USD2 triliun setiap tahunnya. Dalam hal ini negara-negara maju dianjurkan membantu negara berkembang dalam hal pembiayaan yang dibutuhkan.
“Hal ini tidak hanya meningkatkan jumlah pendanaan sektor publik, tetapi mendapatkan efek katalitik yang jauh lebih tinggi melalui pembiayaan sektor swasta. Dunia perbankan dapat dan terus memainkan peran. Sebuah bank seperti Standard Chartered, yang hadir di 59 wilayah di Asia, Afrika, dan Timur Tengah, pasti dapat dan terus memainkan peranan kunci,” ungkapnya.
Standard Chartered mengumumkan komitmen net-zero tahun lalu, dengan menargetkan mencapai net zero dalam kegiatan operasionalnya sendiri di 2025, dari segi pembiayaan pada
2050, serta dalam memobilisasi USD300 miliar dalam keuangan hijau dan upaya transisi di periode 2021 dan 2030.
Tahun lalu, Standard Chartered Indonesia berperan sebagai salah satu mitra pembiayaan proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya Terapung (PLTS) Cirata 145 MWac di Jawa Barat, Indonesia. Ketika proyek ini selesai, pembangkit listrik akan menghasilkan energi listrik yang cukup untuk memberi daya pada 50 ribu rumah dan mengeluarkan 214 ribu ton CO2.
Pembangkit listrik tenaga surya terapung ini direncanakan menjadi yang terbesar di Asia Tenggara, dan akan menjadi langkah maju bagi Indonesia untuk mencapai target bauran energi berkelanjutan sebesar 23 persen pada 2025.
(ABD)
Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.