redaksiutama.com – Direktur Utama PT Industri Kereta Api (INKA) Budi Noviantoro bicara soal bisnis kendaraan listrik yang saat ini digarap perusahaan. Salah satu dorongan diversifikasi bisnis ini muncul berawal dari konsep produksi INKA yang sesuai orderan. Mengingat konsumen utamanya PT KAI, INKA perlu mengeruk pasar baru demi memitigasi risiko ketergantungan pada satu konsumen.
INKA bahkan sempat berpikir untuk bergabung menjadi anak usaha KAI saat masa pandemi mengganggu kinerja perusahaan. Namun pada akhirnya perusahaan memberanikan diri melakukan terobosan mulai dari mencari pasar-pasar baru hingga inovasi produk.
“Satu, kita masuk pasar-pasar yang memang non tradisional. Kedua, kita mesti bertransformasi bisnis. Artinya kalau bisa kita jangan produksi kereta tok. Kalau nggak punya order, jadi nganggur. Itu memang nggak mudah, kan juga butuh kesiapan fasilitas, SDM segala macam.” katanya dalam program Ask d’Boss, Selasa (11/10/2022).
Melihat minimnya peluang bisnis kereta api di dalam negeri, akhirnya Budi yang sudah bergabung dengan INKA sejak 2018, mempersiapkan strategis transformasi bisnis. Salah satunya memproduksi banyak jenis kereta baru dan merambah pasar internasional.
Untuk pasar internasional, INKA mencari peluang di banyak negara mulai dari Bangladesh, Filipina, Pakistan hingga negara-negara di Benua Afrika. Khusus Afrika, saat ini perusahaan tengah berdiskusi dengan sejumlah negara seperti Zambia, Kongo, hingga Zimbabwe.
“Afrika itu menurut saya ekonomi masa depan. Sekarang belum digarap secara maksimal, tapi lama-lama pasti digarap. Karena dia punya potensi tambang yang sangat besar. Logistik untuk angkutan mineral banyak di sana, ada emas dan macam-macam.” kata Budi.
“Ini sudah proses 3 tahun, it’s okay lah kita coba. Nggak mudah memang, kita coba lihat.” lanjutnya.
INKA juga melakukan transformasi bisnis dengan mendiversifikasi produk jualannya. Beberapa di antaranya yang tengah dikembangkan perusahaan adalah trem baterai hingga bus listrik.
Untuk trem baterai, INKA telah memproduksi satu prototipe yang siap dipakai untuk digunakan di Bali. Sedangkan bus listrik, saat ini perusahaan tengah memproduksi bus listrik dengan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) yang lebih tinggi.
“Dari pengalaman teman-teman mengoprek trem baterai itu, paling nggak sudah tahu baterai itu apa sih. Kedua, bagaimana mengintegrasikan baterai pada suatu fungsi penggerak kereta. Ini kita sudah coba alhamdulillah walaupun dengan motor seadanya, tapi secara fungsi oke.” jelas Budi.
Sementara untuk bus listrik, INKA meminjam 30 bus untuk program buy the service Kementerian Perhubungan demi mendukung presidensi G20. Pakistan disebut tertarik membeli ribuan bus listrik buatan INKA.
“Pakistan itu pemerintahnya ingin ganti bus yang di Karachi. Itu 14 ribu bus di Karachi saja yang mau diganti pakai EV. Sanggup nggak INKA ditanya? Sanggup.” kata Budi.