Kemnaker Tepis Isu Liar Perppu Cipta Kerja, Aturan Outsourcing Mau Direvisi

redaksiutama.com – Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menepis sejumlah isu liar terkait terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Ada upah minimum hingga nasib pekerja outsourcing yang dimuat di Perppu Cipta Kerja tersebut.

Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemnaker Indah Anggoro Putri mengatakan tidak benar bahwa waktu istirahat dikurangi dari 2 hari/minggu menjadi 1 hari/minggu. Jumlah waktu istirahat tetap tergantung jumlah waktu kerja yang diterapkan oleh pengusaha.

“Ada hoaks yang berkembang Perppu ini menghapus waktu istirahat atau libur, itu tidak benar. Masalah liburnya itu 1 hari atau 2 hari, tergantung peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, artinya harus dimusyawarahkan antara pengusaha dan pekerja,” kata Indah dalam konferensi pers virtual, Jumat (6/1/2023).

Sebagai negara anggota Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), Indah menyebut Indonesia tetap konsisten dengan waktu kerja maksimal 40 jam/minggu. Jika ada perusahaan yang mempekerjakan buruh lebih dari waktu yang ditetapkan, maka perusahaan tersebut harus mendapat izin dari Kementerian Ketenagakerjaan karena terkait risiko keselamatan kerja.

“Bila dalam satu minggu perusahaan menetapkan waktu kerja enam hari, maka pekerja berhak dapat libur satu hari. Kalau lima hari kerja, maka pekerja berhak untuk istirahatnya dua hari dan seterusnya. Mengenai libur nggak mesti Sabtu atau Minggu,” jelas Indah.

Indah juga membantah jika Perppu Cipta Kerja menghapus cuti haid dan cuti melahirkan bagi pekerja perempuan. Semua itu masih akan ada dan diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2003.

“Karena tidak ada perubahan, maka cuti haid dan cuti melahirkan tidak dituangkan dalam Perppu Cipta Kerja, sehingga acuan yang digunakan adalah UU Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 81 (cuti haid) dan Pasal 82 (cuti melahirkan),” bebernya.

Kemnaker membantah jika terbitnya Perppu Cipta Kerja memberikan kekuasaan pemerintah pusat untuk menetapkan semua upah di seluruh Indonesia. Penetapan upah hanya berlaku jika dalam keadaan tertentu saja.

Keadaan tertentu yang dimaksud antara lain jika terjadi bencana nasional yang ditetapkan presiden, kondisi luar biasa perekonomian global dan/atau nasional seperti bencana non alam pandemi.

“Jadi tidak benar kalau ada hoaks yang mengatakan bahwa Perppu ini mengembalikan kuasa kepada pemerintah pusat, Menaker untuk menetapkan semua upah di seluruh Indonesia, itu tidak benar, tidak benar. Hanya memberi wewenang pemerintah pusat menetapkan pada daerah yang memang jika terjadi bencana nasional,” kata Indah.

Lewat Perppu Cipta Kerja, pemerintah akan membatasi jenis pekerjaan yang bisa menggunakan tenaga alih daya atau outsourcing. Hal ini untuk lebih melindungi pekerja.

Kemnaker akan merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja. Aturan itu merupakan turunan UU Cipta Kerja yang sudah tidak berlaku lagi.

“Sebelumnya UU Cipta Kerja tidak mengatur pembatasan jenis pekerjaan yang dapat dialihdayakan. Hal itu dimaknai bahwa pelaksanaan alih daya dapat dilakukan terbuka untuk semua jenis pekerjaan dalam suatu proses produksi. Nah kemudian Perppu ini mengatur pembatasan jenis pekerjaan,” tutur Indah.

error: Content is protected !!