Jokowi Larang Ekspor Bauksit, Siapa yang Untung?

redaksiutama.comJakarta, CNBC Indonesia – Gagasan green economy melalui perkembangan electric vehicle (EV) saat ini semakin digenjot oleh pemerintah-pemerintah di dunia. Sehingga kebutuhan energi mineral untuk membangun ekosistem energi terbarukan diproyeksikan akan terus semakin meningkat.Tak terkecuali dengan pemerintah Indonesia yang terus mengeluarkan kebijakan larangan ekspor hasil tambang mentah agar dapat meningkatkan nilai tambah hasil tambang dalam negeri seperti bijih nikel maupun bauksit. Tak perlu diragukan lagi bahwa sumber daya energi mineral seperti nikel dan bauksit di Indonesia memang sangat berlimpah.Ada beberapa perusahaan besar seperti PT Vale Indonesia Tbk (INCO) yang fokus kegiatan bisnis nya bergerak dalam memproduksi dan menjual nikel dan PT Cita Minerals Investindo (CITA) yang berfokus sebagai produsen bauksit dan melakukan penjualan pada segmen smelter grade alumina (SGA) bauksit yang telah diproses melalui pemurnian. Kedua perusahaan yang bergerak pada segmen pertambangan energi mineral ini tercatat memiliki performa yang sangat baik.

Bahkan INCO per 3Q22 telah berhasil meningkatkan penjualan nya menjadi US$ 873,77 juta setara Rp 13,09 triliun asumsi kurs (15.000) atau naik 27% lebih tinggi jika dibandingkan pada 3Q21 yang hanya tercatat US$ 686,43 juta (Rp 10,29 triliun). angka berikut dihasilkan dari penjualan nikel kepada pihak-pihak berelasi INCO yang berdomisili di kanada (VCL) dan jepang (VCL). Laba bersih INCO pun tercatat menguat sebesar 37% atau menjadi US$ 168,38 juta (Rp 2,52 triliun) pada 3Q22 vs US$ 122,93 juta (1,83 triliun) pada 3Q21.Pertumbuhan laba bersih ini selanjutnya tercermin pada rasio Net Profit Margin (NPM) INCO yang tercatat naik sebesar 19% pada 3Q22 yang membuktikan bahwa perseroan telah mampu mengoptimalkan tingkat pendapatannya dan mengelola beban-beban perusahaan dengan lebih baik.

Begitupun dengan CITA dengan bauksit Metallurgical Grade Bauxite dan SGA nya yang berhasil memperoleh pendapatan sebesar Rp 2,64 triliun pada 2Q22 tumbuh 21% YoY jika dibandingkan pendapatan pada 2Q21 yang sebesar Rp 2,18 triliun. CITA pun berhasil membukukan kenaikan signifikan laba bersih sebesar 41% pada 2Q22 menjadi Rp 431,50 miliar vs Rp 305,85 miliar pada 2Q21. Sekedar informasi untuk 3Q22 perseroan belum menerbitkan laporan keuangan nya.Kemudian, CITA pun telah mampu me-maintain Rasio Net Profit Margin (NPM) nya di level 16% membuktikan bahwa CITA telah mampu mengelola beban-beban nya lebih baik lagi dibandingkan tahun sebelumnya pada periode yang sama yang hanya mencatatkan rasio NPM 14%.

error: Content is protected !!