Dalam 2-3 tahun terakhir para pelaku bisnis dihadapkan pada tantangan yang tak ringan. Belum usai dengan tantangan disrupsi yang dipicu perubahan teknologi dan era milenial, dunia bisnis hampir dilumpuhkan oleh pandemi Covid-19. Dan kini, ketika pandemi mulai berangsur reda, para pelaku bisnis mulai disibukkan dengan tantangan pascapandemi yang harus direspons dengan cara berbeda.
Bagi JDL Express Indonesia, salah satu strategi menghadapi tantangan bisnis yang terus berubah adalah dengan memperkuat bidang human resources (HR), membangun culture, dan melakukan program digitalisasi secara menyeluruh. Penyiapan HR yang kuat menjadi sangat urgent mengingat JDL Express Indonesia —yang bisnis utamanya bidang logistik—saat ini didukung 3.000-an karyawan.
Strategi JDL Express Indonesia dalam membangun organisasi HR tampaknya sudah berada di jalur yang tepat. Terbukti, baru-baru ini perusahaan yang berdiri pada 2015 ini menyabet predikat “Very Good” untuk dua kategori dalam program Indonesia HR Excellence Award 2022 yang diselenggarakan SWA bersama Lembaga Management Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LM FEB UI). Predikat“Very Good” didapatkan JDL Express Indonesia untuk kategori Managing Transformation dan HR Digitization & People Analytics.
Bukan itu saja. Berkat program transformasi dan penguatan HR yang telah dijalankan, Engagement Score karyawan mengalami peningkatan sebesar 20%. Bisnis perusahaan juga tumbuh sangat signifikan, sebesar 40% YoY, ketika dunia sedang dilanda pandemi.
“Kami sadar human resources adalah kunci untuk sustainability business ke depannya. Human resources yang baik akan mampu menjawab segala tantangan di setiap perubahaan yang ada,” kata Barry Lim, CEO JDL Express Indonesia.
Menurut Barry, dalam membangun HR, pihaknya berpegang teguh pada satu core value, yaitu Gratittude, yang dapat diartikan sebagai: Be Respectful, Treasure Company Resource and Others Help. “Kami membangun respek satu sama lain, dimulai dari hal yang sederhana dengan membuka komunikasi dua arah secara berkala dengan karyawan di semua level, baik dalam acara formal maupun dalam kegiatan kasual,” paparnya.
Barry menjelaskan bahwa tantangan era digital dan pascapandemi menjadi momen yang baik untuk semakin mematangkan kapabilitas karyawan. “Program Digitalisasi HR dan HR Data Analytics membawa kami pada temuan-temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada untuk dilakukan improvement.”
Menurut Barry, temuan-temuan itu selanjutnya dikonkretkan dengan program Learning, Reward, dan Appreciation. “Kami berikan program pelatihan dan edukasi yang tepat sasaran untuk quantum leap. Kami juga melakukan program retention untuk beberapa sektor yang pertumbuhannya belum sesuai harapan.”
Yang tak kalah penting, kata dia, adanya data-driven decision making telah menjadi napas manajemen dalam menentukan policy, yang kemudian telah dirancang sebagai agile policy agar lebih mudah beradaptasi dengan perubahan.
Sementara itu, Eko Pramudito, Chief People and Culture Officer JDL Express Indonesia, mengatakan bahwa cerita itu berawal pada 2021 ketika manajemen memasang target laba bersih positif, di tengah situasi pandemi Covid-19 yang sedang mengalami puncaknya di Indonesia. Karena target sudah dipatok, tak ada pilihan bagi divisi HR yang merupakan mitra strategis manajemen; mereka harus menyiapkan organisasi dan people-nya.
“Dari sinilah kami melakukan banyak sekali program edukasi dan learning bagi karyawan. Merekalah agent of change sesungguhnya pada organisasi. Bagaimana setiap karyawan ini dapat mengikuti strategi yang diterapkan dan meningkatkan skills dan kapabilitasnya. Dan, akhirnya kami mampu melewati target tersebut untuk meraih net profit positif pertama kali di tahun lalu,” ungkap Eko.
Menurutnya, era digital dan pascapandemi justru menjadi momen yang baik bagi organisasi untuk melakukan improvement. “Kami berpikir bagaimana karyawan dapat melakukan banyak hal terkait human resources dengan mandiri. Kami memberikan pengalaman digital dengan swa-layanan guna menunjang pekerjaan dan hal pribadi,” katanya.
Setelah itu, perusahaan menyiapkan HR Data Platform untuk transparansi yang menunjang program organization development yang dapat diakses oleh seluruh karyawan dari berbagai level, mulai dari officer, head, hingga director. Platform ini memuat data jumlah karyawan, rentang usia, status, mitra kerja, anggaran belanja, employee engagement, hingga learning program.
“Data tersebut menjadi nakhoda pada organisasi untuk mengambil keputusan. Artinya, kami punya data-driven policy making. Seperti kita ketahui, kita memasuki era VUCA (volatility, uncertainty, complexity, and ambiguity). Ini kami menyebutnya sebagai Agile Policy, dengan harapan kami semakin mudah mengambil keputusan untuk perubahan di masa depan,” kata Eko.§
Artikel ini bersumber dari swa.co.id.