redaksiutama.com – Tahun 2022 ditandai dengan iklim ekonomi moneter global yang menantang bagi dunia bisnis karena bank sentral utama dunia kompak menaikkan tingkat suku bunga, termasuk juga oleh Bank Indonesia. Kondisi tersebut tercermin langsung dari angka merger dan akuisisi yang nilainya turun signifikan dari tahun lalu.
Melansir data Refinitiv, nilai transaksi Mergers and Acquisitions (M&A) turun 27,40% sepanjang tahun ini menjadi US$ 15,16 miliar atau setara dengan Rp 235 triliun (asumsi kurs Rp 15.500/US$). Meskipun demikian jumlah transaksi malah tercatat naik 37 menjadi 190 aksi tahun ini.
Menelisik lebih dalam, sektor energi, industri dan basic material menjadi tiga yang mengalami pertumbuhan, sedangkan konsumer siklikal menjadi salah satu yang mengalami penurunan paling besar.
Lalu ada sektor teknologi yang meski mencatatkan penambahan kesepakatan terbanyak, namun nilainya turun 41% menjadi US$ 3,20 miliar. Penurunan tajam ini salah satunya disebabkan oleh tidak adanya aktivitas raksasa seperti merger Gojek dan Tokopedia yang terjadi tahun lalu. Beberapa M&A terbesar di sektor teknologi tahun ini ditopang oleh konsolidasi bisnis menara yang semakin marak.
Dari sektor energi, akuisisi atas saham Golden Energi Mines (GEMS) menjadi bahan bakar pertumbuhan nilai transaksi hingga 180% di sektor tersebut. Tahun ini terdapat dua perusahaan yang mengakuisisi GEMS dengan nilai fantastis.
Sementara itu bisnis jalan tol dan industri fintech menjadi tulang punggung aktivitas M&A di sektor industri, termasuk di dalamnya adalah divestasi ruas jalan tol oleh Jasamarga dan Waskita serta akuisisi dompet digital DANA oleh Grup Sinarmas.
Sementara itu jumlah transaksi jumbo tercatat banyak terjadi mulai pertengahan hingga akhir tahun ini, di mana transaksi yang terjadi sepanjang bulai Mei hingga November berkontribusi atas 76% total transaksi M&A di Indonesia tahun ini.
Beberapa di antara memang merupakan bagian dari pembicaraan yang telah lama berlangsung dan baru dilakukan finalisasi, sedangkan sejumlah lainnya turut membuat investor terkejut karena tidak didahului oleh rumor penjajakan.
Akhir tahun ini, meski Bank Indonesia telah menaikkan suku bunga acuannya, aktivitas M&A masih cenderung ramai, dengan beberapa di antara akuisisi dan merger tersebut didanai oleh pinjaman baik itu berupa penerbitan obligasi maupun pinjaman sindikasi bank.
Emiten RI Masih Pede
Meski dalam kondisi ekonomi yang cukup menantang, hal ini tidak menjadi penghambat bagi sejumlah emiten Tanah Air untuk melakukan akuisisi jumbo tahun ini.
Sepanjang tahun 2022, sejumlah perusahaan telah mengumumkan minat dan perjanjian pembelian. Sebagian telah merampungkan akuisisi dan beberapa masih dirumorkan dalam tahap penjajakan dalam menemukan pembeli yang tepat.
Denyut M&A terbaru di pasar keuangan domestik adalah proses pelepasan saham CVC Partners di Garudafood Putra Putri Jaya (GOOD) kepada investor asal Amerika Serikat, Hormel Foods.
Secara khusus aktivitas M&A yang dilakukan oleh emiten RI sebagai pihak yang melakukan akuisisi, tahun ini masih tercatat relatif ramai. Setidaknya terdapat 12 akuisisi jumbo yang dilakukan perusahaan publik Indonesia, baik itu target akuisisi berupa perusahaan domestik maupun asing.