“Segmen mikro dan kecil yang harus kita support. Saat ini sektor riil lah yang bisa menggerakkan perekonomian, kalau kita tidak bisa menggerakkan pertumbuhan sektor riil, perekonomian tidak akan tumbuh,” katanya dikutip dari Antara, Selasa, 19 Juli 2022.
Chandra yang juga Group Head of Government Program Division of Small Business and Programs BNI itu berpendapat saat ini pelaku usaha belum sepenuhnya yakin terhadap kondisi pasar, sehingga ketika akan membuka lapangan usaha, para pelaku masih memiliki keraguan mengenai daya serap pasar.
Oleh karena itu, stimulus diperlukan untuk mendorong para pelaku usaha berani terjun ke pasar. Terlebih bagi pemilik usaha mikro dan kecil yang membutuhkan modal sebagai ruang untuk bertumbuh dan berkembang.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
“Memang nanti korporasi besar akan bisa langsung menggenjot ke angka tertentu, tapi yang menjadi permasalahan adalah kita perlu bersama memberi ruang untuk bernafas terutama mikro dan kecil, utamanya sektor produktif seperti petani, nelayan dan sebagainya,” ujarnya.
Untuk mengantisipasi inflasi tinggi hingga akhir tahun, Chandra menyarankan seluruh lembaga/kementerian terkait bersinergi menjaga kestabilan suku bunga. Variabel penentu untuk menaikkan atau menurunkan suku bunga sangat beragam, sehingga para stakeholders harus mempertimbangkan dengan matang kondisi di lapangan jika nantinya memutuskan untuk menaikkan suku bunga.
“The Fed sudah melakukan kenaikan (suku bunga) yang luar biasa, tidak melakukan itu karena inflasi di Amerika juga cukup tinggi. Bahkan beberapa negara sedang resesi karena inflasinya di atas normal. Oleh karena itu perlu menjadi perhatian kita bersama,” tutur dia.
Ia pun menyarankan pemerintah untuk terus mendorong sektor produktif baik sektor pertanian, perikanan, peternakan, perkebunan, dan kehutanan. Jika sektor tersebut bisa bertahan, maka ketahanan pangan akan terbentuk, lalu inflasi akan terkendali dan bisa menghindari Indonesia dari jurang resesi.
Terkait ketahanan ekonomi Indonesia saat ini, ia menilai potensi resensi masih ada di tengah ketegangan geopolitik Rusia-Ukraina dan pandemi covid-19 yang belum selesai.
Kendati demikian, pengalaman Indonesia menghadapi krisis ekonomi pada 1998 dan 2008, disebutnya membentuk ketahanan tersendiri bagi struktur perekonomian Tanah Air.
“Krisis pada 1998 yang memporakporandakan sistem ekonomi, mulai diperbaiki di 2008. Kita terdampak tetapi mulai kuat dan sekarang ketika ada krisis yang terjadi, memang ada beberapa gangguan tetapi itu sifatnya bisa kita antisipasi,” ucap Chandra.
Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan potensi Indonesia untuk mengalami resesi relatif kecil dibanding negara lain. Perekonomian Indonesia dalam kondisi baik yang tergambarkan dengan inflasi domestik di 4,2 persen, pertumbuhan ekonomi 5,01 persen dan rasio utang terhadap PDB (debt to GDP ratio) yang sebesar 42 persen.
(SAW)
Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.