SURYA.CO.ID, LUMAJANG – Seiring melandainya kasus penularan Covid-19, pengusaha di Kabupaten Lumajang sudah mulai terlihat beraktivitas secara normal. Salah satunya pengusaha kuliner.
Sayangnya, pengusaha di bidang ini belum bisa meraup secara keuntungan secara maksimal. Sebab, harga beberapa bahan baku akhir-akhir ini melonjak naik.
Salah satu bahan baku yang mengalami kenaikan cukup signifikan adalah elpiji nonsubsidi. Per kilo elpiji, harganya naik sekitar Rp 2 ribu. Jika dikalkulasi per tabung, kenaikannya cukup lumayan.
Seperti harga elpiji 5,5 kilogram yang sebelumnya Rp 88 ribu, sekarang tembus Rp 100 ribu. Praktis kenaikannya per tabung mencapai Rp 12 ribu.
Elpiji ukuran tabung 12 kilogram juga mengalami kenaikan. Dari Harga Rp 197 per tabung, kini menjadi Rp 213 ribu per tabung. Walhasil, banyak pengusaha kuliner mengeluh gara-gara ini.
Salah satu usaha yang terdampak yakni rumah makan yang berada di sekitaran Jalan Sukarno Hatta, Kecamatan Sukodono, Lumajang.
Banyaknya harga bahan baku yang melonjak naik membuat biaya produksi masakan selalu membengkak. Bahkan, keuntungannya selalu tipis dari modal.
“Kami naikan harga makanan juga tidak mungkin. Karena pesaing kan banyak. Siasat kami kalau harga elpiiji terlalu tinggi, paling lama-lama ya beli yang elpiji 3 kilogram,” keluh Anita, salah seorang pengelola rumah makan.
Banyaknya kalangan masyarakat yang beralih membeli elpiji 3 kilogram memang menjadi ancaman yang paling logis Padahal, dua jenis elpiji ini memiliki sasaran konsumen yang berbeda.
Elpiji subsidi hanya diperuntukkan bagi masyarakat kelas bawah. Sedangkan, sasaran konsumen elpiji nonsubsidi adalah masyarakat kalangan menengah ke atas.
Dampak lain yang sangat potensial adalah munculnya oknum-oknum pengoplos elpiji nonsubsidi. Daya tawarnya yang penting harga murah. Namun, jika hal ini terjadi, maka sangat mungkin keselamatan pengguna menjadi taruhannya.
Erni salah seorang pengelola rumah makan di kawasan Kepuharjo, Lumajang, juga mengeluh dengan kondisi ini. Kenaikan harga elpiji membuat pengusaha kuliner semakin tertekan.
Sebab, bagi pelaku usaha kuliner gas elpiji adalah bahan baku yang harus selalu tersedia. Oleh karena itu, Erni mendesak pemerintah memberikan solusi konkret untuk mengatasi persoalan ini.
“Percuma kalau pemerintah cuma gembar-gembor mengajak pelaku usaha memulihkan ekonomi tapi kalau ternyata kenyataannya tidak didukung. Kemarin sudah dihimpit minyak goreng, sekarang elpiji. Kalau begini terus ya ekonomi tidak pulih-pulih,” pungkasnya.
Artikel ini bersumber dari surabaya.tribunnews.com.