BRIN Jelaskan Prioritas Proses Perlindungan Kekayaan Intelektual

Jakarta: Setiap daerah di Indonesia diprediksi memiliki banyak sekali potensi Kekayaan Intelektual (KI), baik berupa indikasi geografis, hak cipta, merk dagang, desain industri, dan lainnya.  Semuanya perlu segera ditetapkan dan ada beberapa proses yang perlu menjadi prioritas agar KI segera dilindungi. 
 
“Jika melihat data perolehan KI di Indonesia, misalnya jumlah aplikasi paten yang terdaftar dengan jumlah penduduk yang ada, Indonesia masih dikategorikan tergolong rendah. Hal ini krusial, untuk menjadi perhatian kita bersama, bahwa kita perlu meningkatkan secara jumlah dan kualitas KI di Indonesia,” kata Deputi Bidang Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Yopi saat membuka webinar Penguatan BRIDA bertema Pendampingan Perolehan Hak Kekayaan Intelektual untuk Periset di Daerah dikutip dari laman brin.go.id, Jumat, 26 Agustus 2022. 
 
Yopi menyebut pemerintah melalui Undang-Undang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Sisnasiptek) Nomor 11 Tahun 2019 mengamanatkan tentang Perlindungan dan Pemanfaatan KI. Pasal 22 ayat 3 mengatur pemerintah pusat atau pemerintah daerah, investor, lembaga penelitian, dan pengembangan dari inventor, memiliki hak atas royalti dari hasil komersialisasi KI.





Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


“Pada Pasal 35, lebih ditekankan pemerintah pusat wajib memfasilitasi perlindungan KI dan pemanfaatannya. Bahkan, menurut informasi terkini, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Nomor 24 Tahun 2022 tentang ekonomi kreatif yang memperbolehkan lembaga bank maupun non bank untuk menjadikan KI yang terdaftar sebagai jaminan utang. Hal ini memberikan peluang bagi karya-karya kreatif untuk dijadikan modal usaha,” papar Yopi. 
 
Dia menuturkan hal ini sangat luar biasa ada peraturan atau regulasi pendukung ke arah perolehan KI Indonesia. Meskipun, masih perlu diupdate mekanisme valuasi yang jelas yang dapat menjamin kepastian hukum, terhadap KI tersebut dengan lebih tepat lagi. 
 
“Mengingat pentingnya peran KI yang bisa dikonversi menjadi produk bernilai ekonomi yang sangat tinggi tersebut, kami berharap kelembagaan KI dapat meningkatkan jumlah KI di Indonesia. Kelembagaan KI di daerah, kami harap nanti akan berkoordinasi melalui BRIDA, yang dapat berperan menjadi intermediator antara penghasil KI di daerah, dengan pihak pengguna, atau yang membutuhkan hasil-hasil dari KI setelah dilindungi,” jelas Yopi.
 
Dia menerangkan BRIN sebagai pembina teknis di BRIDA memberikan fasilitasi dalam perolehan KI dan memperkuat pendampingan terhadap komunitas atau lembaga litbangjirap di daerah. “Kami berharap, melalui BRIDA dapat memetakan hasil-hasil inovasi secara berkelanjutan dengan melihat jumlah perolehan KI di daerah, minimal selama 5 tahun terakhir. Perlu juga dipetakan, rencana perolehan KI 5 tahun ke depan. Dengan melakukan identifikasi, jenis-jenis KI yang perlu didorong, atau yang menjadi prioritas,” papar dia. 
 
Yopi menyebut bila data-data lengkap dan bisa diperbarui setiap tahun jelas akan lebih mempermudah proses pendampingan fasilitasi pihak yang membutuhkan. Melalui peran aktif BRIDA, BRIN memiliki program pendampingan perolehan KI untuk periset di daerah. 
“Diharapkan, BRIDA lebih aktif membantu kami untuk berkoordinasi dengan multi pihak yang membutuhkan fasilitas pendampingan tersebut. Kita bisa bekerja sama untuk memberikan dampak yang signifikan bagi peningkatan perolehan KI di daerah,” kata dia. 
 
Direktorat Manajemen Kekayaan Intelektual BRIN Harini Yaniar mengatakan KI merupakan hasil pemikiran. Bisa berupa penemuan, atau yang biasa kita sebut invensi, karya sastra, karya seni, desain, dan merek. 
 
Jenis-jenis KI cukup banyak, apabila dikelompokkan ada kepemilikan komunal dan kepemilikan perorangan atau badan hukum. Kepemilikan komunal atau milik masyarakat tertentu, terdiri dari sumber daya genetik, ekspresi budaya tradisional, pengetahuan tradisional dan indikasi geografis. 
 
“Sedangkan, kepemilikan perorangan atau hukum, yaitu hak cipta, paten, desain industri, desain tata letak sirkuit terpadu, perlindungan varietas tanaman, dan rahasia dagang,” papar dia. 
 
Harini mengatakan peran periset dalam menghasilkan KI memberi nilai tambah pada eksploitasi SDA, mengurangi ketergantungan pada SDA, memberikan peningkatan kualitas produk, dan mempermudah proses bisnis. Program pendampingan perolehan KI di BRIN bertujuan untuk melaksanakan fasilitasi pembinaan pengelolaan KI. 
 
“Meningkatkan pemahaman masyarakat akan pentingnya perlindungan KI, dan lain-lain. Salah satu sasaran program pendampingan perolehan KI untuk menciptakan kemandirian ekonomi daerah berbasis KI,” tutur dia. 
 

 

(REN)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!