Beban Berat Proyek Kereta Cepat

redaksiutama.com – Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung tak henti-hentinya menjadi sorotan lantaran sejumlah persoalan. Mulai dari progres konstruksi yang molor, hingga pembengkakan biaya puluhan triliun rupiah menjadi beban proyek kereta cepat pertama di Asia Tenggara ini.

Proyek Kereta Cepat sudah bergulir sejak awal tahun 2016, namun sudah 6 tahun berselang proyek ini tak kunjung rampung. Awalnya, proyek ditarget selesai 3 tahun, maka bila dihitung-hitung seharusnya kereta cepat sudah rampung 2019. Namun sampai akhir 2022 ini pun pembangunan sarana prasarananya tak kunjung selesai.

Proyek tersebut melibatkan China lewat konsorsium PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). Kongsi itu bertanggung jawab terhadap pembangunan kereta cepat hingga pengoperasiannya.

Setahun ke belakang, proyek kereta cepat makin sering dibicarakan karena mengalami bengkak biaya proyek alias cost overrun. Biaya pembangunan tiba-tiba disebut membengkak di tengah progress pembangunan yang terus menerus mundur dari targetnya.

Sejatinya sejak awal proyek berjalan, bengkak biaya memang tak cuma terjadi sekali. Menurut catatan detikcom, awalnya kereta cepat dibangun dengan investasi cuma US$ 5,5 miliar dalam kurs Rp 85,8 triliun (kurs Rp 15.600).

Di tengah jalan, biaya proyek mengalami pembengkakan menjadi US$ 5,9 miliar atau sekitar Rp 92 triliun dan akhirnya bengkak lagi menjadi US$ 6,07 miliar atau sekitar Rp 94,6 triliun.

Nah jumlah terakhir sebesar US$ 6,07 miliar itu kemungkinan bisa bertambah besar. Pasalnya, cost overrun kembali ditemukan di proyek kereta cepat yang membentang sepanjang 142 kilometer itu. Hal ini diungkapkan pihak PT Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai salah satu pemegang saham KCIC bulan September 2021 dalam rapat kerja dengan DPR.

Perhitungan bengkak kereta cepat pun langsung dilakukan dengan menggandeng Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Setidaknya ada dua kali asersi perhitungan yang dilakukan BPKP soal bengkak Kereta Cepat Jakarta-Bandung.

Hasil perhitungan paling akhir sempat diumumkan oleh Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo. Hasilnya, diputuskan bengkak kereta cepat senilai US$ 1,4 miliar atau sekitar Rp 21,8 triliun.

Dengan hitungan BPKP, artinya proyek kereta cepat bakal bengkak menjadi sekitar US$ 7,5 miliar atau sekitar Rp 117 triliun.

“Total hitungan kami setelah dua kali asersi BPKP ada di angka US$ 1,4 miliar. Jadi kalau ditotal sudah ada US$ 6 miliar menjadi US$ 7,5 miliar,” papar pria yang akrab disapa Tiko ini dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR, Selasa (2/11/2022) yang lalu.

Namun belakangan terungkap ternyata hitungan bengkak proyek dari BPKP belum disetujui pihak China. Malah, ternyata China punya perhitungan bengkak biaya tersendiri yang totalnya berbeda dengan hitungan pihak Indonesia lewat BPKP. Bahkan, jumlah hitungan bengkak proyek versi China lebih kecil jumlahnya daripada yang dihitung BPKP.

Sampai awal Desember ini pun, belum juga terjadi kesepakatan antara China dan Indonesia soal berapa sebetulnya angka bengkak proyek kereta cepat yang harus dibiayai.

“Sama China negosiasi cost overrun itu memang belum selesai betul, sedang proses nego,” ujar Direktur Utama PT KCIC Dwiyana Slamet Riyadi ketika ditemui wartawan di Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Kamis (8/12/2022).

Hitungan China sangat jauh lebih kecil jumlahnya, bahkan menyentuh US$ 1 miliar pun tidak. Pada November lalu, Dwiyana pernah mengungkapkan hitungan bengkak proyek kereta cepat oleh pihak China cuma US$ 980 juta atau Rp 15,2 triliun.

“Mereka sudah sampaikan hasil perhitungan mereka sekitar US$ 980 juta (Rp 15,2 triliun). Ada perbedaan karena beda cara melakukan review, beda metode dan beda asumsi,” katanya di Gedung DPR RI, Rabu (9/11/2022) yang lalu.

Lalu kenapa beda hitungan bisa terjadi? Dwiyana menjelaskan pihak China tidak mengakui beberapa aspek perhitungan bengkak biaya proyek yang dihitung di Indonesia. Perhitungan cost overrun versi pemerintah Indonesia dinilai terlalu tinggi daripada perhitungan oleh pihak China.

Beberapa aspek yang tidak mau dihitung China misalnya pajak pengadaan lahan, ada juga investasi persinyalan dan kelistrikan di pembangunan kereta cepat.

“Kenapa China cenderung lebih kecil hitungan cost overrun-nya? Karena pemerintah China belum mengakui ada pajak pengadaan lahan, investasi persinyalan GSMR, kelistrikan, karena di sana free. Ada beberapa kondisi yang di China itu berbeda dengan Indonesia,” ungkap Dwiyana.

Di sisi lain, Kartika Wirjoatmodjo sebelumnya juga sudah menyatakan cost overrun akan dibiayai dengan cara menyetor ekuitas tambahan dan juga menambah pinjaman ke pihak China Development Bank (CDB).

Persentasenya, jumlah bengkak itu sebanyak 25% akan dibiayai dengan tambahan modal lewat KCIC, sementara sisanya akan dilakukan dengan pinjaman oleh CDB. Artinya, pihak Indonesia harus menyetor modal tambahan ke KCIC yang diisi gabungan kongsi perusahaan pelat merah Indonesia dan juga perusahaan China.

Nah pemerintah berniat untuk membantu gabungan perusahaan BUMN di KCIC dengan menyuntik modal tambahan dengan skema penyertaan modal negara (PMN) lewat PT KAI sebesar Rp 3,2 triliun. Perusahaan kereta api itu ditunjuk untuk memimpin gabungan perusahaan Indonesia di dalam KCIC.

Dalam struktur saham kepemilikan KCIC, porsi gabungan BUMN Indonesia sendiri mencapai 60%, 40% sisanya adalah kepemilikan konsorsium China. Jadi, dari 25% biaya bengkak kereta cepat yang nantinya disetujui, Indonesia harus menambah modal sebesar 60% dari jumlah tersebut.

Menurut Kartika untuk pinjaman memang tak ada jalan lain selain meminta dari pihak CDB. Tiko bilang hal itu bisa memberikan keuntungan berupa pinjaman murah dan tenor yang lebih panjang.

“Dengan CDB kami minta tenor panjang setidaknya 30 tahun jadi tak bebani KAI dan KCIC. Alasan kami minta CDB karena tenor panjang dan bunganya murah,” ujar Kartika.

Di sisi lain, Dwiyana sendiri yakin perdebatan soal negosiasi bengkak kereta cepat bisa selesai akhir tahun ini. Sejalan dengan itu, suntikan modal negara untuk membiayai bengkak proyek itu pun rencananya bisa langsung terealisasi.

“Ya kan targetnya memang akhir tahun. Paralel dengan pencairan PMN untuk cost overrun Rp 3,2 triliun,” ungkap Dwiyana.

Sampai saat ini, progress konstruksi Kereta Cepat Jakarta-Bandung masih baru mencapai 82,4% dan progress investasinya mencapai 91,70%.

Dirut KCIC Dwiyana Slamet Riyadi menjelaskan pihaknya sedang fokus mengerjakan pemasangan trek atau track laying dan pengerjaan stasiun. Setidaknya dari total 142 kilometer pemasangan trek kereta, sampai saat ini baru terpasang 50 kilometer secara double track.

“Progress dari 142 km kemarin sudah uji coba 16 km. Kita lanjutkan progres track laying dan pembangunan lainnya. Track laying sudah 50 km double track akan dilanjutkan dari arah Bandung ke Jakarta. Progress fisik sudah sampai stasiun Padalarang,” papar Dwiyana dalam rapat kerja dengan Komisi V DPR, Kamis (8/12/2022).

“Progress investasi 91,7% dan 82,4% konstruksi. Kami percepat untuk penyelesaian,” sebutnya.

Dari data Kementerian Perhubungan yang dipaparkan oleh Plt Dirjen Perkeretaapian Kemenhub Risal Wasal di rapat yang sama, sampai awal Desember pengerjaan stasiun umumnya sudah mencapai 50%, hanya Stasiun Padalarang saja yang pengerjaannya masih minim.

Stasiun Halim sudah mencapai 74,19%, Stasiun Karawang mencapai 72,72%, dan Stasiun Padalarang baru 11,19%. Kemudian Stasiun Tegalluar paling jauh progress-nya mencapai 86,29% dan progress depo Tegalluar mencapai 76,67%.

Di sektor fasilitas operasi, tercatat kebutuhan armada kereta cepat sudah mencapai 100% dan siap digunakan. Kemudian, fasilitas sumber daya listrik baru mencapai 20,61% dan fasilitas persinyalan 45%.

Sementara itu, dalam bahan paparan Dwiyana, dipaparkan per 31 Desember 2022 KCIC akan memulai proses frequency clearing. Kemudian, di 5 Februari 2023 semua konstruksi jalur utama dan stasiun selesai dibangun.

Lalu, disusul 21 Februari 2023 pemasangan trek sudah selesai. Kemudian, di 28 Februari 2023 pihaknya akan melakukan penyelesaian semua instalasi sistem kereta api dan juga penyelesaian frequency clearing.

Berlanjut ke 15 Maret 2023, semua pengiriman armada maupun kereta inspeksi selesai. Lalu, 31 Maret 2022 semua uji statis dan penyelesaian integrasi sistem bisa dilakukan.

Selanjutnya, di 1 April 2023 pemasangan peralatan daya dan traksi selesai. Pemasangan peralatan komunikasi, sinyal, dan listrik juga ditargetkan selesai. Targetnya juga di hari yang sama uji coba terintegrasi siap dimulai.

Di 30 Juni 2023 pengujian commisioning dan uji coba sarana prasarana selesai secara terintegrasi selesai. Di hari yang sama targetnya kereta cepat sudah siap beroperasi secara penuh dan komersial.

error: Content is protected !!