Ada UU P2SK, Warga Bisa Aman dari Investasi hingga Pinjol Ilegal?

redaksiutama.com – Rancangan Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) telah disetujui menjadi UU dalam sidang paripurna DPR RI ke-13 pada Kamis (15/12). Presiden Joko Widodo (Jokowi) memiliki waktu 30 hari untuk mengesahkan sejak UU tersebut disetujui.

Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Suminto mengatakan hadirnya UU P2SK dalam rangka untuk memperkuat regulasi terkait perlindungan konsumen atau nasabah dari perkembangan di sektor keuangan yang cukup pesat.

“OJK bersama lembaga lain termasuk penegak hukum diperkuat kewenangannya sehingga kegiatan-kegiatan di sektor keuangan ilegal itu dapat ditangani dengan lebih baik dengan mandat yang cukup,” kata Suminto dalam webinar bertajuk ‘Kupas Tuntas UU P2SK’, Kamis (22/12/2022).

Dalam aturan baru tersebut, dijelaskan bahwa Pelaku Usaha Sektor Keuangan (PUSK) dilarang memberikan produk dan/atau layanan yang tidak sesuai dengan perjanjian atau informasi yang dinyatakan, dilarang menjual atau menawarkan produk dan/atau layanan yang tidak memiliki izin, hingga dilarang mengenakan biaya konsumen atas layanan pengaduan.

Setiap orang yang melanggar ketentuan tersebut, akan dikenakan sejumlah sanksi yang lebih berat dari aturan lama. UU P2SK menitikberatkan sanksi hukuman pidana dengan pendekatan asas ultimum remidium, atau menjadikan hukum pidana sebagai upaya terakhir dalam hal penegakan hukum.

“Jadi sanksi pidana merupakan upaya terakhir. Kita lebih mengedepankan prinsip keadilan restoratif atau restorative justice termasuk dengan mengupayakan pengembalian kerugian dan keuntungan yang tidak sah,” imbuhnya.

Dalam pasal 306 diatur sanksi bagi PUSK yang melanggar tentang perlindungan konsumen, yakni dipidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 10 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 25 miliar dan paling banyak Rp 250 miliar.

Dalam hal sanksi administratif tidak dilaksanakan pada batas pemenuhan jangka waktu tertentu, PUSK dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 10 tahun serta denda paling sedikit Rp 25 miliar dan paling banyak Rp 250 miliar.

Setiap orang juga dilarang melakukan penghimpunan dana dari masyarakat dan/atau untuk disalurkan kepada masyarakat, penerbitan surat berharga yang ditawarkan kepada masyarakat, penyediaan produk atau jasa sistem pembayaran, dan kegiatan lain yang dapat dipersamakan dengan hal-hal yang sudah disebutkan.

Jika melanggar, setiap orang akan terancam dengan pidana penjara paling sedikit 5 tahun dan paling lama 10 tahun, serta denda paling sedikit Rp 1 miliar dan paling banyak Rp 1 triliun.

error: Content is protected !!