Rancangan PKPU Partisipasi Masyarakat: Sumber Dana Lembaga Survei Tak Boleh dari Asing

Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Rancangan Peraturan KPU (RPKPU) tentang Partisipasi Masyarakat melarang sumber pendanaan lembaga survei berasal dari asing.

Namun aturan tersebut tak terbatas hanya bagi lembaga survei saja, pendanaan bagi pemantau pemilu dan partai politik juga tak boleh bersumber dari pihak asing.

Ketentuan soal pendanaan lembaga survei ini tertuang dalam RPKPU tentang Partisipasi Masyarakat di Pemilu dan Pilkada, tepatnya dalam Pasal 20 ayat (1).

Adapun bunyi pasal tersebut yakni ‘Survei atau Jajak Pendapat dan Penghitungan Cepat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dilakukan oleh lembaga berbadan hukum di Indonesia dan memiliki sumber dana yang tidak berasal dari pembiayaan luar negeri.’

Hal ini juga ditegaskan oleh Anggota KPU RI August Mellaz ditemui usai acara uji publik RPKPU tentang Partisipasi Masyarakat di KPU RI, Jakarta Pusat, Kamis (18/8/2022).

Baca juga: KPU akan Bawa Aspirasi Publik Soal Aturan Partisipasi Masyarakat ke DPR

“Ini kan dari norma yang sebelumnya juga jadi kelumrahan bagi indonesia. Pemantau pemilu misalnya, sumber pendanaan parpol, yang berasal dari pihak asing kan nggak boleh. Kan ini urusannya political margin kita, nah termasuk survei,” ungkap August.

Khusus untuk lembaga survei, rancangan aturan yang saat ini sedang dimatangkan KPU berfokus pada sumber pembiayaan dalam hitung cepat dan atau jajak pendapat di Pemilu 2024 bukan berasal dari asing.

August menerangkan KPU membuat aturan ini semata untuk mewujudkan transparansi termasuk soal sumber pendanaan pihak yang berpartisipasi dalam pemilu.

Adapun transparansi sumber pendanaan dalam RPKPU Partisipasi Masyarakat ini juga selaras dengan ketentuan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, Pasal 449 ayat (4).

Pasal 449 ayat (4) berbunyi; ‘Pelaksana kegiatan penghitungan cepat wajib memberitahukan sumber dana, metodologi yang digunakan, dan hasil penghitungan cepat yang dilakukannya bukan merupakan hasil resmi penyelenggara pemilu.’

Pasal 449 ayat (1) berbunyi; ‘Partisipasi masyarakat dalam bentuk sosialisasi Pemilu, pendidikan politik bagi Pemilih, survei atau jajak pendapat tentang Pemilu, serta penghitungan cepat hasil Pemilu wajib mengikuti ketentuan yang diatur oleh KPU.’

“Prinsipnya kan semua pihak tuntutannya sama, transparansi. Kalau transparansi nah sumber pembiayaannya dari mana? Itu yang diungkap,” terang August.


Artikel ini bersumber dari www.tribunnews.com.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!