Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nur Febriana Trinugraheni
TRIBUNNEWS.COM, NEW YORK – Harga minyak naik sekitar 2 persen pada perdagangan yang fluktuatif pada Jumat (8/7/2022). Namun minyak masih menuju penurunan harga mingguan, karena kekhawatiran investor mengenai potensi turunnya permintaan pasokan minyak yang didorong oleh resesi global.
Bank-bank sentral di seluruh dunia menaikkan suku bunga untuk melawan inflasi yang melonjak, memicu kekhawatiran kenaikan biaya pinjaman yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi, sementara tes massal Covid-19 di Shanghai, China minggu ini menambah kekhawatiran potensi lockdown yang dapat mempengaruhi permintaan minyak.
Dikutip dari Reuters, harga minyak berjangka Brent naik 2,37 dolar AS atau 2,3 persen, menjadi 107,02 dolar AS per barel. Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS naik 2,06 dolar AS atau 2 persen, menetap di harga 104,79 dolar AS per barel.
Baca juga: Vladimir Putin Peringatkan Barat, Sanksi Lanjutan Bakal Picu Lonjakan Harga Minyak dan Gas Global
Brent membukukan penurunan mingguan sekitar 4,1 persen dan WTI mencatat penurunan mingguan sebesar 3,4 persen. Harga minyak jatuh pada perdagangan hari Selasa (5/7/2022) lalu, saat Brent mengalami penurunan sebesar 10,73 dolar AS, yang menjadi penurunan harian terbesar ketiga sejak Brent mulai diperdagangkan pada tahun 1988.
Data ketenagakerjaan AS yang menunjukkan pengusaha AS mempekerjakan lebih banyak pekerja pada bulan Juni dan kenaikan upah yang stabil, menjadi tanda bahwa pasar tenaga kerja yang kuat telah memberi dorongan Federal Reserve AS untuk menaikkan suku bunga 75 basis poin lagi bulan ini.
Baca juga: Amerika Serikat dan Sekutunya Batasi Harga Minyak Rusia, Maksimal 60 Dolar AS Per Barel
“Pasar minyak melihat laporan pekerjaan sebagai pedang bermata dua. Angka pekerjaan positif dari perspektif permintaan. Di sisi bearish, pasar khawatir bahwa jika pasar tenaga kerja kuat, The Fed bisa lebih agresif dengan menaikkan suku bunga,” kata analis di Price Futures Group, Phil Flynn.
Harga minyak melambung selama paruh pertama tahun ini. Harga Brent mendekati rekor tertinggi 147 dolar AS setelah Rusia menginvasi Ukraina pada Februari lalu, yang menambah kekhawatiran ketersediaan pasokan.
“Kekhawatiran ekonomi mungkin telah mengguncang harga minyak minggu ini, tetapi pasar masih memberikan sinyal bullish. Ini karena ketatnya pasokan lebih cenderung meningkat dari titik ini daripada mereda,” kata pialang minyak di PVM, Stephen Brennock.
Sanksi pihak Barat terhadap ekspor minyak Rusia telah mendorong kenaikan harga energi dan membuat Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan produsen minyak sekutu berjuang keras untuk memenuhi janji peningkatan produksi minyak.
Presiden Rusia Vladimir Putin memperingatkan pihak Barat, sanksi lanjutan terhadap Moskow atas invasinya ke Ukraina dapat memicu kenaikan harga energi global.
Artikel ini bersumber dari www.tribunnews.com.