redaksiutama.com – Apa yang menjadi ‘ketakutan’ Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi kenyataan. Suka tidak suka, Badai besar yang berasal dari dinamika perekonomian global akhirnya datang.
“Akhirnya badai itu datang,” kata Jokowi saat memberikan pengarahan dalam Sidang Kabinet Paripurna yang digelar di Istana Negara, kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, dikutip Jumat (14/10/2022).
Resesi dunia dalam beberapa bulan terakhir memang kerap menjadi perbincangan utama. Jokowi bahkan dengan lantang menyebut kondisi ini jauh lebih parah dibandingkan krisis 1998, terutama jika melihat jumlah pasien Dana Moneter Internasional (IMF).
“Dari pertemuan di Washington DC, 28 negara sudah antre di markasnya IMF menjadi pasien,” kata Jokowi.
Jumlah negara yang meminta bantuan finansial ke IMF tersebut memang jauh lebih banyak ketimbang 1998. Maklum saja, krisis 1998 menimpa beberapa negara Asia Timur dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Saat itu, yang menjadi pasien IMF selain Indonesia ada Thailand dan Korea Selatan.
Puluhan negara yang disebut Jokowi menjadi pasien IMF memang sulit diketahui. Namun, Reuters pada Juli lalu merangkum beberapa negara yang memiliki risiko kebangkrutan dan krisis yang besar. Beberapa negara sudah mendapat bantuan dari IMF, yang lainnya masih dalam tahap negosiasi.
Mulai dari Lebanon, Sri Lanka, Argentina, Turki, Ghana, Mesir, hingga Kenya. Situasi ini tentu menjadi kekhawatiran tersendiri bagi pemerintah Indonesia. Pemerintah tentu tak ingin dampak resesi global merembet ke perekonomian nasional.
Chief Economist Bank Mandiri, Andry Asmoro menilai tantangan global khususnya negara berkembang seperti Indonesia sangat besar, di mana normalisasi moneter AS berpotensi menekan pasar keuangan dan meningkatnya outflow asing.
Saat terjadi resesi, roda ekonomi akan melambat alias lesu. Dampaknya paling dirasakan oleh sektor finansial mulai dari bisnis yang tidak berkembang, pemotongan gaji, hingga angka pengangguran yang bertambah.
Lalu bagaimana kita sebagai masyarakat biasa mengelola keuangan pribadi agar tidak terdampak resesi?
1. Berhemat
Walaupun resesi belum benar-benar terjadi, tetapi alangkah baiknya kebiasaan hidup hemat mulai dilakukan. Belilah kebutuhan seperlunya saja, terutama kebutuhan pokok. Tujuannya adalah agar bisa memiliki uang lebih yang bisa dialokasikan untuk hal hal lain seperti dana darurat, melunasi atau mengurangi utang, dan investasi.
2. Atur Ulang Pos Pengeluaran
Agar lebih terjaga uangnya dari keborosan, alangkah baiknya mengatur ulang anggaran. Mulai memisahkan pos yang merupakan kebutuhan pokok dan mana yang merupakan pos yang merupakan keinginan.
Mungkin bisa mulai mengurangi pos leisure seperti nongkrong atau nonton atau traveling. Bisa dikurangi bukan dihilangkan, bisa dikurangi biayanya atau intensitasnya. Dalam menentukan ulang pos anggaran pengeluaran, bisa dilakukan juga cek kesehatan keuangan sederhana. Contohnya cek rasio tabungan, utang terhadap pengeluaran, dan rasio likuiditas.
3. Mengurangi atau Melunasi Utang
Jika kemudian gaya hidup lebih hemat dan atur ulang pengeluaran sudah dilakukan, saatnya mengurangi utang. Buat utang seminim mungkin untuk berjaga-jaga misalnya terjadi resesi.
Proporsi utang terhadap pengeluaran bulanan yang sehat sekitar di bawah 30%. Namun karena mau menghadapi resesi, lebih konservatif juga lebih baik. Misalnya rasio utang terhadap pengeluaran sampai 20%.
Pastikan dalam membayar utang mulai dari yang berbunga besar. Karena bunga yang tinggi bisa berpengaruh pada arus kas keluarga saat mengalami masalah keuangan.
Hal ini bertujuan agar tidak membebani pengeluaran saat (amit-amit) terjadi resesi.
4. Mulai Siapkan Dana Darurat
Dana darurat yang ideal adalah untuk 3-6 bulan dalam memenuhi kebutuhan. Mumpung belum sampai resesi, masih ada waktu untuk segera mengumpulkannya.
Saat terjadi resesi dan (amit-amit) terkena pengurangan gaji atau bahkan PHK, dana darurat ini yang nantinya bisa menggantikan pendapatan yang hilang.
5. Asuransi
Mencegah lebih baik daripada mengobati. Itulah kenapa harus menyiapkan asuransi. Asuransi yang dipilih bisa kesehatan dan jiwa dalam menghadapi resesi jika terjadi.
Misalnya ada musibah seperti terkena penyakit yang mengharuskan dirawat dan membutuhkan dana besar, asuransi akan jadi pelindung. Begitu juga saat pencari nafkah terkena musibah hingga merenggut nyawa, asuransi yang akan memberi perlindungan terhadap keluarga yang ditinggalkan. Sehingga kebutuhan pokok masih dapat terpenuhi meskipun musibah menghampiri.
6. Cari Pendapatan Lain, Investasi dan Menabung
Menghemat mungkin saja bisa menjaga keuangan saat terjadi resesi. Namun akan lebih aman jika menambah aliran kas masuk atau pendapatan untuk makin memperkokoh kesehatan keuangan pribadi.
Jika ada kelebihan uang jangan kemudian langsung dikonsumsi. Tabunglah dan investasilah. Menabung bisa dilakukan di rekening terpisah untuk dana jaga-jaga atau kejadian tidak terduga dan likuid atau cepat cair.
Investasi juga bisa dilakukan di aset minim risiko seperti deposito, reksa dana pasar uang, reksa dana pendapatan tetap, atau obligasi negara ritel.