redaksiutama.com – Kabar mengenai gugatan ganti rugi dari korban Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya mencuat dan perhatian publik. Kasus penipuan yang satu ini pun menjadi kasus penipuan terbesar dalam sejarah Indonesia.
Sejatinya, kasus Indosurya mulai jadi perhatian di pertengahan tahun 2020, saat ada nasabah yang menerima surat pemberitahuan bahwa dana yang mereka tempatkan di deposito tidak bisa dicairkan.
Seiring dengan berjalannya waktu, muncul pula kabar mengenai gagal bayar KSP Indosurya dan KSP ini telah masuk dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
Seperti diketahui, tidak sedikit kasus penipuan koperasi yang terjadi di Indonesia. Adapun hasil dari pengusutan kasus ini juga tidak membuahkan ending yang baik.
Pada kesempatan kali ini, Tim Riset CNBC akan merangkum sejumlah kasus penipuan berkedok koperasi yang dengan kerugian triliunan Rupiah, yang pernah terjadi di Indonesia dari berbagai sumber. Berikut ulasannya.
Kasus ini ramai diperbincangkan pada tahun 2012 silam. Dalang utama dalam peristiwa ini adalah Jaya Komara, pria yang dulu sempat bekerja di perusahaan multi level marketing (MLM).
Jenis usaha yang dijalankan KLB adalah pendanaan usaha pengolahan daging hasil peternakan yang bekerja sama dengan 62 supplier daging.
KLB dikabarkan telah mengumpulkan 125 ribu investor sejak tahun 2005. Masing-masing investor menyetorkan sejumlah uang untuk investasi, dan pastinya tiap bulan dijanjikan keuntungan yang menggiurkan.
Modusnya adalah dengan menyediakan dua paket investasi yaitu paket investasi kecil dengan modal Rp 385 ribu, dan paket investasi besar senilai Rp 9.2 juta. Kabarnya, Komara berhasil menghimpun dana sebesar Rp 6 triliun dari operasinya.
Cipaganti adalah koperasi yang didirikan tahun 2002 silam. Dulu, perusahaan ini adalah perusahaan rental kendaraan yang membuka kerja sama ke beberapa pihak lewat skema titip kendaraan.
Seiring dengan berjalannya waktu, Cipaganti mengubah pola kemitraan itu dalam bentu uang dengan returns 1,5% per bulan.
Berawal dari perusahaan kecil, Cipaganti tumbuh jadi perusahaan besar yang melantai di Bursa Efek Indonesia dan memiliki banyak anak usaha, mulai dari transportasi, perhotelan hingga pertambangan.
Sejak 2008, koperasi ini cukup giat mengumpulkan modal dari banyak mitranya. Tujuan pengumpulan modal itu adalah untuk diputarkan kembali lewat usaha SPBU, transportasi, dan alat berat. Di tahun 2014, mereka berhasil mengumpulkan uang sebesar Rp 3,2 triliun.
Namun singkat cerita, kinerja dari bisnis pertambangan perusahaan ini lesu dan hal ini berimbas ke kinerja Koperasi Cipaganti Karya Guna. Dari situlah terjadi peristiwa gagal bayar ke mitra-mitranya yang akhirnya mencuat ke media.
Andioanto Setiabudi yang merupakan pimpinan dari perusahaan itu diduga melakukan penipuan dan penggelapan terhadap 8.700 mitra.
Nama Dumeri atau Salman Nurmantyo adalah sosok di balik kasus Koperasi Pandawa. Dia berhasil mengumpulkan uang sebesar Rp 3,3 triliun lewat tawaran investasi yang juga menggiurkan.
Dumeri menjanjikan keuntungan di atas 10% per bulan ke nasabah, dan setiap nasabah juga memiliki level keanggotaan. Saat mereka sudah menjadi leader, maka returns yang didapat bisa mencapai 20% dari modal.
Singkat cerita, perputaran uang pun macet. Dumeri dilaporkan ke polisi pada tahun 2017 dan tepat pada 11 Desember 2017, Dumeri dinyatakan bersalah karena melakukan kejahatan perbankan.
Pengadilan Negeri Depok menjatuhkan hukuman 15 tahun penjara ke Dumeri, dan Pandawa Group resmi dipailitkan oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
Disebut sebagai kasus penipuan terbesar di Indonesia ini lantaran nilai penggelapan koperasi ini mencapai Rp 106 triliun.
Koperasi ini menawarkan produk simpanan dengan iming-iming bunga 9-12% per tahun, yang mana jauh lebih tinggi daripada deposito bank umum.
Adapun fakta menarik lain dari kasus ini adalah, korban penipuan ini berstatus “nasabah” dan bukan anggota koperasi. Maka dari itu, mereka pun tidak membayar simpanan wajib dan pokok ke koperasi.
Akibatnya, ketika gagal bayar terjadi, status korban jadi makin membingungkan.