4 SMA di Yogyakarta Terindikasi Praktik Jual Beli Seragam untuk Siswa Baru

Yogyakarta: Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Daerah Istimewa Yogyakarta Didik Wardaya mengatakan telah memanggil perwakilan empat SMA/SMK yang terindikasi melakukan praktik jual beli seragam sekolah kepada peserta didik.
 
“Begitu muncul berita soal itu (dugaan jual beli seragam) langsung kami mintai klarifikasi,” kata Didik Wardaya saat dihubungi di Yogyakarta, Selasa, 19 Juli 2022.
 
Menurut dia, empat sekolah yang dimintai klarifikasi mengaku belum sempat menjual seragam kepada orang tua siswa. “Mereka memang sepertinya menyiapkan (seragam) tapi tidak sampai menjual,” ujar Didik.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Larangan sekolah menjual seragam itu, kata dia, telah tegas diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 45 Tahun 2014. Sebagai turunannya, Didik menyebut telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) mengenai larangan itu sebelum momentum penerimaan peserta didik baru (PPDB) SMA/SMK di DIY Tahun 2022.
 

“Kami menekankan kembali tidak boleh sekolah menjual seragam. Kami sudah memberikan peringatan,” kata dia.
 
Pada prinsipnya, ujar Didik, sekolah tidak boleh mengarahkan atau mewajibkan orang tua siswa membeli seragam di koperasi sekolah, apalagi dikaitkan sebagai syarat PPDB.
 
“Jadi seragam sekolah diusahakan sendiri oleh orang tua. Tapi kadang kala ada sebagian orang tua yang tidak mau repot kemudian mencari di koperasi sekolah,” kata dia.
 
Sementara itu, Kepala Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan DIY-Jawa Tengah Budhi Masturi menyebutkan berdasarkan temuan setidaknya ada belasan sekolah di DIY terindikasi menjual seragam. “Kami meyakini ini fenomena gunung es,” ujar Budhi.
 
Menurut dia, sekolah tidak lagi secara terang-terangan dan tidak lagi langsung menjual seragam karena Disdikpora DIY sudah tegas melarang.
 
“Setidaknya ada beberapa modus penjualan seragam yang belakangan kami temukan, pertama penjualan dilakukan melalui koperasi, kedua penjualan dilakukan melalui paguyuban orang tua (POT), dan penjualan dilakukan melalui beberapa orang tua yang diserahi bantuan untuk menjual,” kata dia.
 
ORI DIY saat ini masih melakukan pendalaman terkait temuan tersebut untuk mengetahui sejauh mana keterlibatan sekolah.
 
“Kami sedang melakukan pendalaman terhadap temuan ini, sejauh mana keterlibatan sekolah, apakah secara esensi diperbolehkan atau harus dilarang,” ujar Budhi Masturi.
 

(WHS)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!