“Kita pahami bersama bahwa pandemi belum usai, dan mengatasi pandemi masih menjadi prioritas kita saat ini. Pada saat yang sama, kita harus memperkuat arsitektur kesehatan global, agar lebih siap menghadapi pandemi di masa depan,” ucap Retno dikutip dari situs kemlu.go.id, Selasa, 19 Juli 2022.
Mengenai hal tersebut, kata Retno, ada tiga isu yang menjadi fokus. Pertama, distribusi kebutuhan kesehatan publik.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Retno mengatakan, saat ini akses terhadap solusi medis masih tidak setara, utamanya di negara berkembang. Menurutnya, diperlukan mekanisme permanen untuk mendorong akses setara terhadap solusi medis.
“COVAX dapat digunakan untuk tujuan ini, termasuk di tataran regional, dengan catatan harus didukung dengan pasokan yang memadai. Kita harus memperkuat kapasitas produksi negara-negara berkembang dengan mereplika model produksi vaksin ‘hubs and spoke’,” kata dia.
Fokus kedua, yakni pembiayaan kesiapsiagaan pandemi. Dalam konteks ini, Financial Intermediary Fund yang dikembangkan selama Presidensi G20 Indonesia berperan penting untuk membantu negara-negara menghadapi darurat Kesehatan.
Indonesia, ucap Retno, telah berkomitmen untuk berkontribusi sebesar USD50 juta pada dana tersebut dan mengajak negara-negara lain untuk ikut berkontribusi.
Fokus ketiga, adalah tata kelola kesehatan global. Terkait ini, kata Retno, proses pembentukan Traktat Pandemi baru telah berjalan.
Ia mengatakan, kesiapsiagaan pandemi yang lebih baik dan ditopang oleh prinsip solidaritas dan keseteraan harus menjadi landasan tata keola kesehatan global ke depan, dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai pemegang mandat.
“Mari bekerja bersama-sama secara sinergis untuk pulih lebih kuat dari pandemi ini,” ajak dia kepada seluruh peserta.
Pertemuan ini diinisiasi Amerika Serikat dan Jepang. Tujuannya untuk mendorong kemauan politik negara-negara dalam mengakhiri pandemi dan meningkatkan kesiapsiagaan terhadap ancaman kesehatan di masa mendatang.
(FJR)
Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.