SURYA.CO.ID, KOTA SURABAYA – Ketua harian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Bambang Haryo Soekartono mengkritisi kebijakan pemerintah yang mewajibkan vaksinasi booster sebagai syarat bagi para pengguna transportasi publik. Ketentuan itu sebagaimana merujuk SE Satgas Covid-19 Nomor 21 dan 22 Tahun 2022.
Menurut pria yang populer disapa BHS itu, kebijakan tersebut sangat tidak tepat di tengah geliat pemulihan ekonomi nasional. Mantan Wakil Sekjen MTI Pusat itu mengatakan, pengguna transportasi publik massal di Indonesia jumlahnya masih minim bila dibandingkan transportasi online dan pribadi.
“Persentase pengguna transportasi publik massal hanya sekitar 12 persen dari total yang menggunakan transportasi publik tidak massal dan transportasi pribadi, Sehingga bila ini diterapkan, tidak akan berdampak pada kekebalan komunal (herd immunity). Bahkan dampaknya pada perpindahan dari transportasi publik beralih ke transportasi pribadi dan berdampak macet serta peningkatan kecelakaan di jalan raya,” kata BHS dalam rilisnya, Senin (18/7/2022).
Anggota DPR-RI periode 2014-2019 ini juga menyebutkan, dari sisi pemborosan, kebutuhan ekonomi masyarakat menjadi bertambah. Dan seharusnya pemerintah paham dengan masyarakat pengguna transportasi pribadi, maka perpindahan/pergerakan masyarakat semakin sulit dipantau dan dikendalikan oleh pemerintah.
“Seharusnya, sebelum mengeluarkan kebijakan, pemerintah perlu melakukan kajian dan penelitian, hal ini dapat dibuktikan bahwa booster bukan segala-galanya untuk mencegah Covid-19. Terbukti di Indonesia yang mempunyai booster sampai dengan saat ini hanya 19 persen dari total penduduk 267 juta, dengan pertambahan kasus sampai dengan 12 Juli 2022 adalah 3.361 kasus per hari,” beber BHS.
Sedangkan Taiwan yang sudah menerapkan vaksinasi booster 73 persen dari total penduduk 23 juta jiwa per 12 Juli 2022, ada tambahan kasus sebesar 28.972 kasus per hari, Singapura yang sudah booster 74 persen dari 5 juta jiwa penduduknya, saat ini ada tambahan kasus 5.974 kasus per hari.
Mantan Ketua Bidang Infrastruktur KADIN Pusat ini menyebutkan, India yang boosternya baru 3 persen dari total penduduk 1,38 miliar jiwa, pertambahan kasus perhari hanya 13.000 kasus. Sedangkan Jerman yang boosternya sudah 69 persen dari total penduduk 83 juta jiwa, jumlah pertambahan kasusnya 127.000 perhari.
“Demikian pula di Indonesia, DKI Jakarta vaksin 1 dan 2 mendekati 100 persen, booster sudah lebih dari 40 persen dari jumlah penduduk 10,56 juta jiwa. Tetapi penambahan kasus sebesar 3.584 per hari,” bebernya.
Sedangkan di Aceh, dosis kedua masih 29 persen dan booster mendekati 0 persen dari jumlah penduduk 5,27 juta jiwa, malah pertambahan kasusnya nol.
Alumni dari ITS Surabaya ini menegaskan, hampir seluruh negara di dunia tidak membutuhkan lagi sertifikat vaksin sebagai persyaratan menggunakan transportasi publik massal dalam negeri.
Artikel ini bersumber dari surabaya.tribunnews.com.