redaksiutama.com – Organisasi Kesehatan Dunia ( WHO ) melakukan pengarahan kepada ilmuwan di China terkait pandemi Covid-19 yang terjadi selama hampir tiga tahun terakhir.
Pihak WHO berharap para ilmuwan bisa merinci informasi tentang evolusi virus pemicu Covid-19 yang melumpuhkan seluruh dunia itu.
Namun media China justru memainkan data dengan mengecilkan tingkat keparahan lonjakan infeksi Covid-19 . Padahal saat ini data kasus Covid-19 di China makin diawasi baik di dalam maupun luar negeri.
Di tengah lonjakan kasus di China , pihak Kementerian Luar Negeri menyebut pembatasan masuk perjalanan yang dilakukan sejumlah negara adalah aturan yang tidak masuk akal dan tidak memiliki dasar ilmiah.
“Kami bersedia meningkatkan komunikasi dengan dunia,” ujar Mao Ning selaku juru bicara Kementerian Luar Negeri China , dikutip dari Reuters.
Pihak Kementerian Luar Negeri China juga membantah adanya manipulasi data. Mereka bahkan akan mengambil tindakan serius.
“Tapi, kami dengan tegas menentang upaya untuk memanipulasi tindakan pencegahan dan pengendalian epidemic untuk tujuan politik, dan akan mengambil tindakan yang sesuai dalam situasi yang berbeda sesuai dengan prinsip timbal balik,” ujar Mao Ning.
Presiden Xi Jinping yang memutuskan kebijakan ‘Nol- Covid-19 ’ dinilai tak sesuai denga kondisi di lapangan yang justru masih banyak kasus Covid-19 tersebar.
Bahkan sejumlah rumah duka melaporkan adanya lonjakan permintaan layanan, dan pakar memperkirakan adanya satu juta kematian akibat Covid-19 di tahun ini.
China klaim virus relatif ringan
Meski jumlah kematian mencapai 5.253 orang sejak pandemi muncul, para ahli di China justru mengklaim bahwa penyakit yang disebabkan oleh Covid-19 relatif ringan bagi kebanyakan orang.
“Penyakit parah dan kritis mencapai 3 persen hingga 4 persen dari pasien yang terinfeksi saat ini dirawat di rumah sakit yang ditunjuk di Beijing,” ujar Tong Zhaohui, selaku wakil presiden Rumah Sakit Chaoyang Beijing.
Sementara itu, keterangan dari Rumah Sakit Tianfu China Barat Universitas Sichuan, juga mengklaim bahwa dalam tiga minggu terakhir, total 46 pasien telah dirawat intensif, atau sekitar 1 persen dari infeksi bergejala.
Namun seorang saksi Reuters justru mengungkap fakta berbeda. Informan tersebut melihat area darurat di Rumah Sakit Zhongsan di Shanghai penuh sesak pasien.
Para pasien bahkan sampai harus menerima perawatan di koridor, belasan orang menunggu untuk bertemu dokter.
Keraguan WHO terhadap data dari China
WHO yang bertemu dengan otoritas China pada Selasa, 3 Januari 2022 berharap seluruh data Covid-19 bisa diungkap secara jelas.
Namun sejumlah ahli justru merasa China tak akan berterus terang pada dunia terkait pandemi Covid-19 .
“Saya kira China tidak akan tulus dalam mengungkap informasi,” ujar Alfred Wu, professor di Sekolah Kebijakan Publik Lee Kuan Yew di National University of Singapore.
“Mereka lebih suka menyimpannya untuk diri mereka sendiri atau mereka akan mengatakan tidak ada yang terjadi, tidak ada yang baru. Perasaan saya sendiri adalah bahwa kita dapat berasumsi bahwa tidak ada yang baru, tapi masalahnya adalah masalah transparansi China selalu ada,” katanya.***