redaksiutama.com – Kehidupan seni mural yang digerakkan oleh komunitas-komunitas di berbagai daerah diharapkan dapat semakin bergeliat pada tahun depan di masa pasca-pandemi.
Art Director Gardu House Bima Chris menilai bahwa saat ini mulai banyak pihak yang telah menyadari pentingnya pemanfaatan seni mural, terutama terkait dengan semkain terbukanya kolaborasi-kolaborasi antara komunitas dengan pihak lain.
“Melihat opportunity-nya, kanal-kanalnya itu makin besar sih untuk si komunitas. Menurutku tahun depan, opportunity itu mungkin makin besar lagi, meledak lagi,” kata Art Director Gardu House Bima Chris saat dijumpai wartawan di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, kini berbagai acara dan pameran juga telah menggaet seni mural, khususnya grafiti, salah satunya termasuk dalam acara-acara musik. Selain itu, festival gambar di daerah-daerah juga semakin berkembang.
Hal tersebut, kata Bima, menunjukkan bahwa penerimaan seni mural saat ini sudah jauh lebih baik dan tidak lagi dipandang negatif yang semata-mata “hanya coret-coret di tembok”. Seni mural pada akhirnya banyak digemari kalangan orang muda, sama seperti hobi-hobi lainnya.
“Menyenangkannya, ya, penerimaannya sudah lebih jauh saja. Setiap acara musik ada, bisa dibilang setiap restoran juga ada respon art-nya,” ujar dia.
Selama masa pandemi, Bima menjelaskan bahwa pemanfaatan kanal daring menjadi strategi yang dilakukan komunitas untuk tetap berkarya dan bertahan, seperti penyelenggaraan pameran virtual “Pandemic Youth” pada 2020 yang juga digerakkan oleh Gardu House. Gardu House sendiri merupakan komunitas street art dan grafiti yang berbasis di Jakarta.
Meski acara daring memperoleh respon baik, menurut Bima seni mural pada dasarnya memiliki esensi yang hadir secara fisik. Para seniman membutuhkan ruang untuk bertemu secara fisik sehingga pertukaran pengalaman dan gagasan baru pun dapat lebih tercipta.
“Pada saat pandemi, sih, itu works banget. Tapi ketika makin ke sini, kami melihat audiens atau si pelakunya, experience art itu memang harus offline. Banyak teman-teman sih memilih seperti itu akhirnya (offline lagi). Online akhirnya lebih ke gimmick untuk amplifikasi acara,” kata Bima.
Selama pandemi, ketika seni jalanan di Jakarta agak redup, Bima mengatakan bahwa komunitas-komunitas di daerah justru bergeliat. Menurut dia, hal itu merupakan sinyal baik sehingga komunitas yang bergerak tidak melulu di Jakarta. Dia juga mencontohkan bagaimana festival gambar di daerah telah bergeliat seperti Tenggara Festival, Karanganyar Festival, hingga Medan Street Art.
“Yang lebih menarik justru ketika kita menginspirasi orang untuk bikin acara tersebut. Jadi jangan cuma mengandalkan Gardu House ini yang bikin. Kami bosen juga (Jakarta lagi), justru kami ingin yang lain itu berkembang juga,” kata Bima.