Janji Anies Baswedan di ujung masa jabatan Gubernur DKI

Janji tinggal janji

Menghentikan reklamasi Teluk Jakarta merupakan salah satu dari 23 janji politik Anies kala berduet dengan Sandiaga Salahuddin Uno—kemudian diganti Ahmad Riza Patria pada 2020—dalam Pilgub DKI Jakarta 2017. Disebutkan, tujuan menghentikan reklamasi ialah untuk kepentingan pemeliharaan lingkungan hidup, serta perlindungan terhadap nelayan dan masyarakat pesisir.

Pada Oktober 2022, masa jabatan Anies sebagai Gubernur DKI Jakarta selesai. Di samping penghentian reklamasi, Rasyid berpendapat, janji Anies lainnya, seperti penanganan banjir dan rumah dengan uang muka (down payment/DP) 0 rupiah atau DP 0% juga tak terealisasi penuh.

Atas dasar tersebut, LBH Jakarta bersama Koalisi Perjuangan Warga Jakarta (Kopaja) mengirim surat kepada Anies pada 22 April dan awal Juli 2022. Di dalam warkat itu, tertuang sembilan poin yang disorot, di antaranya kualitas udara Jakarta yang memburuk, sulitnya mengakses air bersih, penanganan banjir, dan belum adanya rancangan perda mengenai penyandang disabilitas.

“Tanggung jawab lah, paling tidak apa yang selama ini dia janjikan,” ujar Rasyid. “Sehingga dia tidak main kabur begitu saja.”

Ketua Fraksi PDI-P DPRD DKI Jakarta, Gembong Warsono menilai, janji politik Anies lebih banyak yang tak tercapai. Misalnya mencetak 200.000 pelaku wirausaha baru, yang realitanya hingga kini belum mencapai puluhan ribu. Ia pun menyoroti program rumah DP 0 rupiah, yang menurutnya salah sasaran.

“Rumah DP 0 rupiah ditujukan kepada rakyat miskin kan? Apa betul? Ya, tidak. Karena ada persyaratan penghasilan minimal Rp14 juta,” ujar Gembong, Senin (11/7).

Lebih lanjut, Gembong berpendapat, Anies pun gagal dalam mengatasi masalah banjir. Selama menjadi gubernur, yang terjadi hanya perdebatan istilah normalisasi dan naturalisasi sungai. Adapun program drainase dianggap tak menyelesaikan persoalan.

Gembong juga mengkritik Anies yang dianggap mengabaikan program Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Ia mengatakan, Anies malah mengeksekusi kegiatan di luar RPJMD.

“Yang namanya Formula E tidak ada di program RPJMD, tidak masuk dalam rencana kegiatan strategis daerah, tetapi dieksekusi,” kata dia.

Kendati begitu, Gembong mengakui ada janji Anies yang ditepati. “Saya apresiasi integrasi (transportasi umum) karena itu hanya mengintegrasikan barang yang sudah terbangun sejak lama,” tuturnya. Selain itu, pembangunan Jakarta International Stadium (JIS), sebut Gembong, merupakan salah satu janji Anies yang ditepati.

Di sisi lain, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta yang juga politikus PKS, Khoirudin, menyatakan puas atas kinerja Anies. Ia percaya, hal itu pun dirasakan warga Jakarta.

“Banyaklah karya-karya besarnya yang diketahui publik,” ucap Ketua Dewan Pengurus Wilayah (DPW) PKS Jakarta itu, Senin (11/7).

Khoirudin mengatakan, keterbatasan anggaran akibat pandemi Covid-19 ikut memengaruhi kinerja Anies dalam merealisasikan janji politiknya.

“Tahun 2020 dan 2021 anggaran mengalami refocusing. Seluruh kegiatan tidak ada yang dijalankan kecuali program strategis nasional,” ujarnya.

“Selebihnya, uang digunakan untuk penanganan Covid-19.”

Sedangkan Rasyid menilai, alasan pandemi tak relevan. Pasalnya, jika Anies komitmen merealisasikan janji sejak awal, maka apa pun tantangannya pasti bisa dihadapi.

“Dia membuat banyak janji, tapi kemudian satu per satu janji berguguran. Artinya, dia tidak betul-betul memfokuskan janji-janjinya sejak awal,” katanya.

Kepemimpinan Anies lebih baik?

Janji Anies Baswedan di ujung masa jabatan Gubernur DKI

Terpisah, pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno mengatakan, secara umum 23 janji politik Anies tak banyak yang terwujud. Contohnya rumah DP 0 rupiah dan penanganan banjir.

“Reklamasi yang katanya menolak, dilanjutkan. Katanya enggak ada penggusuran, ternyata ada juga. (Program) OK OCE enggak kelihatan,” katanya, Senin (11/7).

“Jadi, (janji) yang besar-besar itu, belum kelihatan maksimal, bahkan tidak tampak.”

Bila Anies tak mau mendapatkan kritik, Adi menyarankan dibuat papan besar pengumuman berisi 23 janji politiknya, yang diletakkan di jantung Ibu Kota.

“(Dari) 23 (janji politik) itu di-check list mana yang tidak (terealisasi), mana yang belum (terealisasi), mana yang rapornya merah, mana yang kuning, mana yang hijau,” ujarnya.

“Semestinya begitu kalau mau bikin ukuran yang jelas. Ini kan yang ada klaim-klaimnya saja.”

Sementara itu, pengamat politik dan Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah Putra menilai, jika dibandingkan dengan janji politik kepala daerah lainnya, Anies terbilang yang paling banyak merealisasikan janji politiknya.

“Tetapi ini juga tidak bisa dianggap sebagai prestasi luar biasa karena sumber daya di Jakarta juga cukup besar,” kata dia, Senin (11/7).

“Anies saya kira mampu dan cakap dalam memimpin Jakarta.”

Menurut dia, dibandingkan era Sutiyoso, Fauzi Bowo, Joko Widodo, dan Basuki Tjahaja Purnama, kepempinan Anies lebih menonjol. Sebab, dalam durasi singkat, terjadi perubahan besar yang kasatmata.

“Meskipun perubahan yang lebih penting itu sebenarnya adalah yang berkaitan dengan sistem politiknya, bukan sesuatu yang hanya terlihat,” ujarnya.

Infografik janji politik Anies. Alinea.id/Debbie Alyuwandira

“Tetapi publik tentu lebih mudah menilai yang kasatmata. Saya kira termasuk berhasil.”

Dedi mencontohkan, program rumah DP 0 rupiah menurutnya tak gagal total. Hanya saja yang menjadi soal, antara implementasi dengan tafsir bisa berbeda.

“Persoalannya, bentuknya adalah tempat hunian yang secara teknis disebut rumah susun, flat, atau apa pun, itu adalah soal teknis. Tetapi secara substansi, saya kira itu sudah berjalan dengan baik,” ujarnya.

Dalam penanganan banjir, Dedi mengatakan tak adil jika tolok ukur keberhasilannya adalah tak lagi terjadi bencana itu. Penyebabnya, lanjut dia, penanganan banjir di Jakarta juga terkait geografis dan persoalan lain.

Di sisa masa jabatanya sebagai Gubernur DKI Jakarta, Dedi menyarankan Anies harus tetap konsisten dan tak perlu mengejar target populis. Apalagi sampai memfokuskan keterpilihan periode berikutnya atau pemilihan presiden 2024. Menurutnya, hal itu malah bisa mencederai kepercayaan publik terhadap Anies.

Di samping itu, menurut Dedi, terealisasi atau tidaknya program-program Anies terkait dengan kelompok oposisi di DPRD DKI Jakarta, mendukung kebijakan-kebijakan pemprov atau tidak.

“Misal dalam proses anggaran, pemerintah menganggarkan penambahan alokasi untuk kepentingan publik. Lalu, di parlemen menolak dengan alasan yang mungkin mereka sendiri yang tahu,” kata dia.

“Maka kemudian mereka menuntut hasil, saya kira kan tidak bijak.”


Artikel ini bersumber dari www.alinea.id.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!