redaksiutama.com – Dalam menjaga kesehatan, faktor-faktor yang seringkali menjadi fokus kita adalah kadar kolesterol dan tekanan darah dalam tubuh.
Namun sayangnya, kadar gula darah cenderung luput dari perhatian.
Dilansir pemberitaan Kompas.com pada 10 April 2022, data International Diabetes Federation (IDF) Atlas tahun 2021 menunjukkan, Indonesia menempati peringkat kelima dalam jumlah penderita diabetes terbesar di dunia.
Dilaporkan sejak tahun 2014, diabetes adalah tiga tertinggi penyakit penyebab kematian di Indonesia.
Hal ini sangat mengkhawatirkan, karena diabetes merupakan induk dari berbagai penyakit serius seperti penyakit jantung, kerusakan penglihatan, ginjal dan saraf, serta beberapa jenis kanker.
Maka dari itu, penting sekali untuk menjaga kestabilan kadar gula darah –khususnya bagi penderita diabetes dan pradiabetes.
Selain rutin berolahraga dan menjaga berat badan, faktor yang juga perlu diperhatikan penderita diabetes dan pradiabetes adalah pola makan.
Pola makan sehat bantu kendalikan kadar gula darah
Menurut Hope Warshaw, spesialis perawatan diabes di Asheville, Carolina Utara, AS, pilihan makanan yang sehat dapat membantu menghindari pradiabetes atau menurunkan risiko diabetes tipe 2.
Makanan yang sehat juga bisa berperan dalam mengelola kadar gula darah bagi mereka yang sudah mengidap diabetes tipe 2, lanjut Warshaw.
Studi Diabetes Prevention Program (DPP) mengungkap fakta menarik.
Ditemukan, peserta berusia lanjut dengan pradiabetes yang makan makanan sehat, berolahraga teratur dan kehilangan sedikit berat badan mengurangi risiko perkembangan pradiabetes menjadi diabetes tipe 2 sebesar 71 persen.
Diet khusus diabetes atau pradiabetes dirancang untuk mencegah resistensi insulin.
Biasanya setelah makan, kadar gula darah naik dan pankreas melepaskan insulin.
Insulin mengangkut glukosa ke dalam sel-sel yang menggunakan glukosa sebagai energi.
Ketika pankreas tidak dapat memenuhi permintaan insulin, akan terjadi resistensi insulin dan kadar glukosa menjadi lebih tinggi daripada yang seharusnya.
Warshaw mencatat, diet yang meningkatkan sensitivitas tubuh terhadap insulin sangat penting bagi individu dengan pradiabetes dan diabetes tipe 2.
Diet untuk mengendalikan gula darah
Lalu, seperti apa diet yang tepat untuk mengendalikan gula darah? Berikut ulasannya menurut para ahli.
1. Memilih karbohidrat yang tepat
Agak susah menentukan mana jenis karbohidrat yang cocok dalam mengontrol glukosa darah.
“‘Roti itu musuh’ adalah kalimat yang sering saya dengar sepanjang karier saya,” ucap Lisa Jones, ahli diet terdaftar yang menangani klien dengan diabetes dan pradiabetes.
“Individu yang baru didiagnosis dengan diabetes mengatakan ‘saya tidak bisa makan buah karena mengandung gula'”.
Tetapi, tidak semua karbohidrat buruk untuk kesehatan.
Sebuah studi menyimpulkan, karbohidrat seperti tepung, kentang, dan makanan olahan dengan kandungan gula tambahan dapat meningkatkan gula darah secara cepat dan meningkatkan risiko diabetes.
Studi pada 2019 yang dimuat dalam jurnal Diabetes Care menemukan, individu yang mengurangi satu minuman manis per hari dapat menurunkan risiko diabetes sebesar 10 persen.
Di sisi lain, karbohidrat utuh seperti buah-buahan, kacang-kacangan dan biji-bijian memiliki serat dan dapat memperlambat kenaikan glukosa darah setelah makan.
Fakta ini didukung oleh beberapa studi, seperti satu studi di Denmark yang melibatkan 55.465 peserta berusia lanjut.
Hasil studi menemukan, asupan biji-bijian utuh harian mengurangi risiko diabetes sebesar 7-11 persen.
Lalu, dalam sebuah penelitian di Australia pada 2021, orang paruh baya dan lansia yang mengonsumsi sekitar dua porsi buah per hari memiliki risiko lebih rendah (36 persen) untuk mengembangkan diabetes selama lima tahun.
Temuan itu dibandingkan dengan mereka yang jarang menyantap buah-buahan.
Biji-bijian utuh, kacang-kacangan, buah-buahan dan sayuran mengandung flavonoid dan polifenol lain yang membantu menjaga sensitivitas insulin.
2. Menurunkan berat badan
Kelebihan berat badan bisa meningkatkan risiko diabetes, karena semakin banyak lemak berada di dalam sel otot. Hal ini membuat otot kesulitan menyerap gula darah.
“Namun penderita diabetes atau pradiabetes bisa kewalahan dengan angka dan menganggap mereka harus mengurangi berat badan dalam jumlah besar,” jelas Jones.
“Padahal, menurunkan sedikit berat badan dapat membuat perbedaan besar.”
Dalam studi DPP, diketahui menurunkan berat badan antara 5-7 persen (sekitar 4,5-6,8 kilogram jika berat badan mencapai 90 kilogram) dapat mengurangi risiko diabetes.
“Lebih baik menurunkan berat badan sedikit dan memertahankan itu. Berat badan yang kembali naik kembali kemungkinan bisa meningkatkan resistensi insulin lagi,” papar Warshaw.
3. Memilih lemak sehat
Studi tahun 2016 mengungkap, memilih lemak tak jenuh (minyak sayur, kacang-kacangan, alpukat dan ikan) daripada lemak jenuh (mentega dan daging merah) dapat menurunkan glukosa darah dan mengurangi risiko diabetes sebesar 22 persen.
“Lemak bukan hanya pembawa kalori, lemak adalah molekul struktural terpenting dalam tubuh,” kata Dariush Mozaffarian, dekan di Friedman School of Nutrition Science and Policy di Tufts University.
Lemak tak jenuh ganda (seperti minyak safflower dan minyak bunga matahari) bisa menjaga produksi insulin dan membantu otot merespons perintah insulin untuk menyerap gula darah.
Sebaliknya, lemak jenuh akan meningkatkan resistensi insulin dengan membawa lemak ekstra ke dalam organ hati.
4. Hati-hati dalam memilih suplemen
Sekitar 62 persen individu berusia 65 ke atas di AS yang mengidap diabetes mengonsumsi suplemen, menurut temuan studi yang dimuat dalam BMJ Open Diabetes Research & Care.
Suplemen yang dikonsumsi peserta termasuk kayu manis, pare, fenugreek dan magnesium.
Dilaporkan National Institutes of Health, kebanyakan suplemen ini diklaim dapat mendukung kesehatan gula darah atau mengobati diabetes.
Namun hanya ada sedikit bukti yang mendukung klaim tersebut.
“Pendekatan saya adalah makanan terlebih dahulu,” kata Jones.
Jika terpaksa harus mengonsumsi suplemen, bicarakan dengan dokter.
5. Diabetes bar dan diabetes shake
Kedua produk ini merupakan makanan olahan yang mengandung ekstrak protein, banyak zat aditif dan pengganti gula.
Studi tahun 2022 yang meneliti lebih dari 70.000 peserta menemukan, mereka yang sering makan makanan olahan memiliki risiko 80 persen lebih tinggi terkena diabetes tipe 2 ketimbang mereka yang jarang mengonsumsi makanan olahan.
Sebagai alternatif, pilih camilan berupa makanan utuh yang dikemas dengan nutrisi seperti shake berisi yogurt, alpukat, serta bayam atau kangkung.
“Kita bahkan tidak akan melihat warna hijau pada sayuran, karena itu akan menghilang,” catat Jones.