redaksiutama.com – “TGIPF adalah bentukan pemerintah maka hasil rekomendasinya silakan disikapi secara konkret oleh Presiden dan jajarannnya, termasuk rekomendasi soal PSSI,” kata Dede kepada wartawan, Jumat (14/10/2022).
Dede mengingatkan, agar jangan sampai hasil kerja dan investigasi TGIPF terkait tragedi Kanjuruhan menjadi sia-sia lantaran tidak ditindaklanjuti atau disikapi dengan pangkah konkret.
“Jangan sampai hasil kerja TGIPF hanya berupa paper work saja,” ujar Dede.
Sebelumnya, rekomendasi tersebut tertuang dalam dokumen berisi 124 halaman dan sudah diserahkan ke ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Jumat (14/10/2022) siang. Terkait rekomendasi desakan mundur Ketum PSSI tertera dalam poin lima kesimpulan Tragedi Kanjuruhan.
“Sudah sepatutnya Ketua Umum PSSI dan seluruh jajaran Komite Eksekutif mengundurkan diri sebagai bentuk pertanggungjawaban moral atas jatuhnya korban sebanyak 712 orang,” dalam laporan TGIPF yang diterima Suara.com.
Saat konferensi pers, Ketua TGIPF Mahfud MD juga menjelaskan jika PSSI ialah pihak yang paling bertanggung jawab terhadap insiden berdarah itu.
“Maka dalam catatan kami disampaikan bahwa pengurus PSSI harus bertanggung jawab, dan sub-sub organisasinya, bertanggung jawab itu pertama berdasarkan aturan-aturan resmi, kedua karena berdasarkan moral,” kata Mahfud dalam siaran pers melalui akun YouTube Sekretariat Presiden, Jumat (14/10/2022).
TGIPF memaparkan penyebab utama banyaknya korban meninggal saat Tragedi Kanjuruhan ialah gas air mata.
“Kematian massal itu terutama disebabkan oleh gas air mata,” kata Ketua TGIPF Mahfud MD saat jumpa pers yang disiarkan lewat akun YouTube Sekretariat Presiden, Jumat (14/10/2022).
Selain itu, Mahfud menyebut banyaknya korban luka dalam insdien maut itu disebabkan para penonton saling berdesakan seusai gas air mata ditembakkan oleh aparat keamanan.
“Kemudian yang mati dan cacat serta sekarang kritis dipastikan itu terjadi karena desak-desakan setelah ada gas air mata yang disemprotkan itu penyebabnya,” jelas Mahfud.
Mahfud mengungkapkan, Tragedi Kanjuruhan lebih mengerikan dibanding beberapa cuplikan kejadian yang disebarkan di televisi dan media sosial (medsos).
“Fakta yang kami temukan korban yang jatuh itu proses jatuhnya korban itu jauh lebih mengerikan dari yang beredar di televisi maupun di medsos,” katanya.
Mahfud mengatakan TGIPF merekontruksi Tragedi Kanjuruhan berdasarkan 32 CCTV yang ada di Stadion Kanjuruhan. Hasilnya, TGIPF mendapati ada penonton yang berjibaku untuk menyelamatkan diri hingga terinjak-injak pasca gas air mata ditembakkan oleh polisi.
“Kami merekonstruksi dari 32 CCTV yang dimiliki oleh aparat. Jadi itu lebih mengerikan dari sekedar semprot mati, semprot mati gitu ada yang saling gandengan untuk keluar bersama satu bisa keluar yang satu tertinggal yang di luar balik lagi untuk nolong temannya terinjak-injak mati,” papar Mahfud.
Selain itu, TGIPF kata Mahfud, juga mendapati ada penonton lain yang tengah memberi nafas buatan juga ditembakkan gas air mata. Akibatnya, korban yang tewas semakin banyak jumlahnya.
“Ada juga yang memberi bantuan apa pernafasan itu. Karena apa, satunya sudah tidak bisa bernafas membantu kena semprot juga mati gitu itu ada di situ. Lebih mengerikan daripada yang beredar karena ini ada di CCTV,” katanya.