redaksiutama.com – Jakarta, CNBC Indonesia – Lonjakan inflasi yang disertai kenaikan suku bunga agresif suku bunga acuan di Amerika Serikat mulai memakan korban, sektor perumahannya. Suku bunga melonjak tak terkira, melompati level tertinggi pada krisis supreme mortgage 2008.
Suku bunga kredit kepemilikan rumah di sana meroket pada level tertinggi selama 20 tahun terakhir. Merangsek ke level nyaris 7% dan mulai membuyarkan impian para pasangan pencari rumah di Negeri Paman Sam.
Rata-rata suku bunga tetap untuk KPR tenor 30 tahun pekan ini naik ke angka 6.95%, dari 6.66% pekan lalu, menurut data Freddie Mac, seperti di kutip yahoo finance. Tingkat suku bunga meningkat drastis sejak September lalu, dan lebih dari dua kali lipat dibandingkan awal tahun.
Kenaikan cepat suku bunga-ditambah dengan harga rumah tinggi dan pasokan ketat-mulai memaksa para warga AS pencari rumah mengurungkan niatnya untuk sementara. “Tingkat suku bunga melanjutkan rekor kenaikannya minggu ini, dengan suku bunga KPR tetap 30 tahun mencapai level tertinggi sejak April 2002,” kata Kepala Ekonom Freddie Mac, Sam Khater.
“Kami terus memonitor perkembangan dua indikator ekonomi: Lapangan pekerjaan yang kuat dan pertumbuhan upah yang bisa menjaga neraca konsumen tetap positif. Sementara inflasi, resesi, dan keterjangkauan perumahan mendorong permintaan perumahan turun drastis. Perkembangan beberapa bulan mendatang tidak diragukan lagi akan terjadi penting bagi ekonomi dan pasar perumahan” ujar Khater.
Sekarang, Susah Beli Rumah di AS
Dengan kenaikan suku bunga 3,7% lebih tinggi dari awal tahun, masalah di pasar perumahan AS terus bermunculan.
Jumlah permintaan pembelian rumah dengan skema KPR anjlok, terendah dalam 22 tahun terakhir, menurut survei asosiasi bank KPR AS pada pekan awal Oktober. Volume aplikasi pembelian rumah via KPR terus menurus turun, 2% dari minggu sebelumnya, dan ambrol 39% dari tahun lalu.
Pada saat yang sama, jumlah penjualan rumah yang tertunda pada bulan Agustus-sebagai indikator tingkat kesehatan sektor perumahan AS- juga turun 2%, melanjutlam penurunan bulan ketiga berturut-turut. Bahkan, jumlah tandatangan kontrak KPR juga turun 24,2% dari tahun ke tahun.
“Pembeli rumah sangat sadar bahwa suku bunga telah naik,” Adriana Perezchica, presiden Via Real Estate di Negara Bagian Washington, seperti dikutip Yahoo Finance. “Pertanyaan pertama yang mereka tanyakan adalah seperti apa cicilan bulanannya.”
Tanda-Tanda Krisis 2008?
Suku bunga KPR sebesar 7% jelas lebih tinggi dari rerata suku bunga KPR pada era krisis KPR di AS yang merembet menjadi krisis ekonomi domestik dan keuangan global pada 2008.
Pada waktu itu, banyaknya gagal bayar KPR akibat kenaikan suku bunga membuat banyak lembaga keuangan, khususnya bank-bank KPR dan pembeli produk berbasis cash flow KPR bangkut, termasuk Lehman Brothers pada September 2008.
Seperti juga pada waktu itu, bank sentral AS (the Federal Reserve/Fed) saat ini sedang gencar-gencarnya menaikan suku bunga untuk memerangi inflasi. Bahkan diprediksi , bisa menaikkan hingga 5-6% tahun depan, mengingat inflasi yang terus membandel.
Kenaikan suku bunga acuan, membuat tingkat imbal hasil obligasi yang menjadi acuan suku bunga KPR ikutan naik. Sebagai gambaran, tingkat yield obligasi pemerintah AS tenor 30 tahun berada di angka, 3,910%, tertinggi sejak Januari 2014. Sementara tenor 10 tahun berada di level 3,940%, atau tertinggi persis saat krisis global meledak, oktober 2008.
Apakah ini berarti krisis? Bisa saja bila bank sentral AS terus menerus menaikkan suku bunga, dan membuat banyak debitur KPR AS kelimpungan. Namun, perlu di catat, krisis 2008 terjadi akibat salah urus proses KPR di sana, dimana banyak aplikasi KPR berisiko tinggi karena diberikan kepada orang tidak semestinya, atau disebut subprime mortgage.
Akibatnya, ketika suku bunga naik banyak yang gagal bayar. Sekarang, kondisi sudah banyak berubah dengan kualitas kredit yang lebih baik.
TIM RISET CNBC INDONESIA