“Semua aspek kita ingin di dalamnya karena susah sekali tembus ke wilayah terisolir di mana masih ada Kelompok Kriminal Bersenjata di sana,” kata Eko dengan topi adat Papua yang ia pakai sepanjang acara penghargaan berlangsung.
Baginya, piala dan penghargaan ini lebih dari sekedar trofi. Sekali lagi, baginya, polri diapresiasi dengan segala jerih payahnya untuk penanganan konflik di Papua.
Eko memandang sikap polri dengan gaya militer untuk penanganan konflik akan berjalan di tempat apabila monoton. Watak sipil tetap harus dimiliki oleh polisi agar masyarakat tidak merasa terancam oleh kehadiran mereka.
“Polri tidak bisa lagi berwatak militer tapi berwatak sipil tidak bisa lagi membebani masyarakat tapi jadi harapan bagi masyarakat, ini harapan kita semua,” katanya lagi sambil tersenyum manis.
Aspek dedikasi dari sosok Hoegeng rupanya terlihat dari seorang polisi wanita (polwan) yang bertugas di Polsek Muara Gembong, Bekasi. Meski terjauh, bagi Aipda Rohimah daerahnya bukan terbelakang.
Program Geserin atau gerekan seribu koin menjadi gacoan untuk memberikan dedikasi kepada masyarakat. Setiap sisa kembalian belanja minimarket yang kerap tergeletak di pinggir jalan terlihat tidak ada artinya, tapi dikumpulkan hingga berlimpah supaya dapat dikonversi menjadi sembako.
“Kita lakukan dari 2017-2022,” kata dia sembari menahan haru.
Ada juga seorang polisi yang dianugerahi sebagai sosok integritas, lantaran Eks Direktur Pengaduan Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini dinilai sebagai sosok antisuap. Anggota itu ialah Kapolda Lampung Irjen Akhmad Wiyagus yang didapuk sebagai penerima kategori Polisi Berintegritas Hoegeng Award 2022.
Inovatif, Dedikasi, Integritas ala Hoegeng
Cucu Jenderal Hoegeng Iman Santoso, Krisnadi Ramajaya Hoegeng bertemu penulis selepas riuh semarak penghargaan atas nama sang kakek. Menceritakan masa kecil, ia mengaku kerap ragu dengan cerita-cerita indah yang menjalar di keluarganya.
Cerita sosok sang kakek sebagai orang nomor satu di kepolisian, sempat tidak diimaninya. Bagaimana tidak, berbagai fitur yang kerap dinikmati setiap keluarga pejabat justru tidak dirasakannya, bahkan secuil.
“Saya ga dikasih uang jajan saya tidak diantar, saya bertanya kepada diri sendiri, saya terpikir, apakah benar kakek saya ini menjabat sebagai orang nomor satu?” ujarnya sembari menunjuk dadanya sendiri dan seakan membatin.
Waktu yang menerangi pemikiran pria yang akrab dipanggil Rama ini. Sosok kakeknya kerap mengilhami berbagai penulis, tokoh, dan bahkan presiden seperti Gus Dur, hingga setiap cerita itu menjelma sebagai buku.
Seperti Dunia Hoegeng 100 Tahun Keteladanan, gubahan Farouk Arnaz. Sosok humanis dan pribadi Hoegeng sebagai manusia biasa dituangkan pria yang akrab disapa Cak Arnaz dalam bukunya. Di lembar demi lembar, dia menjabarkan karakter Hoegeng sebagai pribadi yang inovatif, dedikasi, dan integritas.
Inovasi di tubuh bhayangkara oleh Hoegeng salah satunya adalah lambang tribrata yang kemudian menjadi simbol mewah di kepolisian. Bahkan, tertanam di nisan Hoegeng hingga sekarang.
Apalagi semenjak pergantian empat kapolri sebelumnya, polri masih riuh untuk menetapkan simbol kebanggaan yang akan digunakan di pintu masuk dan setiap seragam anggota. Alhasil, dengan semua desain yang sudah ditetapkan membuat polri tidak perlu mengucurkan banyak dana untuk mengganti seragamnya.
Bicara dedikasi, akan menjadi perbincangan sampai pagi jika karakter ini terkait Hoegeng. Dedikasi kecil juga ditunjukkannya dengan tenang sekali bahkan berdampak luas.
Contohnya, ketika Hoegeng menjadi Kapolri, ia mengendarai roda empat kebanggannya menuju kantor tercinta. Namun, dalam perjalanan, riuh lalu lintas menganggu kenyamanan dirinya.
Hoegeng yang tidak bisa melihat perkara seperti itu terjadi dan masih mengemban moralnya sebagai polisi turun dari kendaraannya dan mengatur lalu lintas tersebut. Selayaknya anggota polisi lalu lintas (polantas) ia melaksanakan hal yang sebenarnya bukan tugas pokoknya sebagai kapolri.
Tentu tidak hanya moral, tapi dirinya menunjukkan satir dalam sikap untuk para anggotanya. Ia ingin menyindir para anggota untuk tidak lelah melayani masyarakat dengan memberikan contoh tersebut.
Integritas adalah kata yang mungkin paling tepat disandangkan bagi Hoegeng. Sebut saja semua batu sandungan yang diterima polisi untuk suap, gratifikasi, korupsi, tidak ada satupun yang menempel di rekam jejaknya.
Banyak yang menggoda, merayu, membujuk Hoegeng untuk menerima semua itu. Namun, nama yang disematkan padanya adalah doa, Hoegeng Iman Santoso tidak lain harapan bagi Hoegeng (Boegeng atau bogel karena kondisi waktu baru lahir) untuk tetap menjaga iman selamanya hingga akhir hayat.
Sang ayah mengingatkan untuk menjaga nama baik yang diberikan kepada Hoegeng. Cerita singkat ini tertanam sebagai moral dalam keluarganya hingga kini.
“Pattern dikasih ke kami itu menjaga nama baik, itu nomor satu,” tutur Rama.
Artikel ini bersumber dari www.alinea.id.