Pakar IPB Sebut Perlu Strategi dan Prioritas Vaksinasi PMK di Tengah Keterbatasan Jumlah Vaksin

Jakarta: Ledakan virus penyakit mulut dan kuku (PMK) yang menyerang ruminansia menjelang Iduladha semakin meresahkan masyarakat dan peternak. Strategi pengendalian dan penanggulangan wabah memerlukan kerja sama antara semua pihak. Strategi ini termasuk penerapan lockdown wilayah, edukasi, biosekuriti, hingga vaksinasi.
 
Guru Besar Imunologi Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis (SKHB) IPB University I Wayah Teguh Wibawan mengakui kematian akibat PMK memang di bawah 5 persen. Namun, morbiditas sangat tinggi hingga 100 persen.
 
“Angka ini tidak boleh diremehkan sama sekali, terutama penyebaran bersifat aerogen dan di wilayah tropis seperti di Indonesia sangat mudah. Langkah-langkah pengawasan dan pengobatan kematian dapat ditekan tidak sampai mencapai 0,5 persen dalam kondisi tertentu,” kata Teguh dalam webinar “Virus PMK Mewabah Kembali Indonesia, Apa Yang Harus Kita Lakukan?” dalam keterangan tertulis, Senin, 4 Juli 2022.





Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Teguh menuturkan hal utama yang berperan dalam penyebaran virus ini ialah pergerakan hewan carrier. Sehingga, tindakan biosekuriti dalam pemilihan desinfektan harus menjadi perhatian.
 
Dia menyebut hewan terjangkit yang dapat ditangani dengan benar tingkat kesembuhannya akan tinggi dan akan sembuh dalam 7-10 hari. Teguh menegaskan virus tak bisa mati meski diberikan perawatan tambahan.
 
“Lebih banyak ke arah menjaga kebugaran sapi atau membantu penyembuhan sapi supaya sel-sel dalam tubuh menggantikan sel yang rusak dalam bentuk multivitamin, antipiretik, anti radang, desinfektan, dan tentu antibiotik dalam kondisi tertentu sebagai penghambat infeksi sekunder yang memperparah kondisi,” tutur dia.
 
Teguh menyebut hewan yang sembuh relatif layak sebagai hewan kurban, namun perlu diingat tampak sembuh masih berpotensi menularkan virus. Pemeriksaan dari aspek kesehatan perlu jadi perhatian sebelum dan setelah dipotong.
 
Dia menuturkan semua pihak juga harus memahami sifat virus PMK. Hal itu agar dapat menerapkan strategi yang cocok dan praktis untuk diterapkan di lapangan.
 
“Jenis serotype virus PMK cukup banyak dan kondisi terkini virus PMK di Indonesia bertipe O. Memang sebaran yang paling dominan di negara lain adalah serotipe A, namun tidak mengecilkan kemungkinan serotype yang lain dapat masuk. Perlu ada pemantauan dan pendekatan secara holistik terhadap keberadaan serotype lain di lapangan,” papar dia.
 
Teguh mengatakan ketersediaan vaksinasi untuk hewan yang peka memang belum cukup karena jumlahnya terbatas. Sehingga, pemberian vaksin harus diberikan pada hewan yang diprioritaskan dan jenis hewan prioritas dapat berbeda di tiap wilayah.
 
Vaksinasi PMK harus dilakukan hanya pada hewan sehat, baik yang tidak pernah terinfeksi maupun yang sudah sembuh. Evaluasi pasca vaksinasi juga harus dilakukan dan pemantauannya harus berbasis ilmiah.  
 
“Strategi dan prioritas vaksinasi PMK dibuat karena adanya keterbatasan jumlah vaksin PMK dan dilakukan secara bertahap,” tutur dia.
 

 

(REN)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!