Makan waktu berkutat dengan data, membongkar problem plasma tersisih dari industri sawit

Tom Walker dan tim jurnalis di Gecko Project telah menginvestigasi bagaimana penduduk desa Indonesia dirampas oleh perusahaan kelapa sawit. Presentasi tentang liputan itu diuraikan Tom dalam sesi Konferensi Jurnalisme Data dan Komputasi Indonesia 2022, Kamis (4/8).

Laporan investigatif tersebut cukup rumit dan menguak skema sistemik perkebunan plasma di Indonesia dan artikel-artikelnya dipublikasikan pada tiga media secara bersamaan, termasuk terbit di BBC dan Mongabay. Topik cerita ini tentang bagaimana penduduk desa Indonesia berpotensi kehilangan ratusan juta dolar dan dirampas oleh perusahaan kelapa sawit.

“Alasan mengapa kami membutuhkan waktu yang panjang adalah karena kami ingin sangat berhati-hati dan akurat dalam apa yang dapat kami katakan tentang data yang telah kami kumpulkan. Kami sadar bahwa masalahnya besar dan mencakup banyak tempat yang berbeda, tetapi kami tidak ingin melebih-lebihkan apa yang bisa kami katakan berdasarkan bukti,” kata Tom.

Tom Walker merupakan seorang peneliti dan editor yang berbasis di Brighton, Inggris. Selama ini dia meneliti sistem yang kompleks dan buram, dan bagaimana itu memengaruhi masyarakat dan lingkungan. Tom sangat tertarik dengan penggunaan AI oleh pemerintah untuk mengidentifikasi masyarakat yang rentan, dan hak atas tanah, korupsi, dan deforestasi di Asia Tenggara.

Sejak April 2020 hingga sekarang, Tom menjadi peneliti di Ada Lovelace Institute, sebuah lembaga penelitian independen dengan misi untuk memastikan data dan AI bekerja untuk kemashlahatan masyarakat.

Dia dan timnya menghabiskan banyak waktu untuk memeriksa ulang, mengecek sampai tiga kali, data tentang plasma di industri sawit Indonesia. Selain memeriksa dan mengecek kembali bahwa tidak ada sumber informasi yang mereka lewatkan, termasuk informasi tentang plasma yang bermasalah. Mereka berusaha secermat mungkin, tapi itu butuh waktu lama.

Admin Gecko Project memeriksa artikel mereka. Kemudian redaksi Mongabay juga memeriksa artikel tersebut. Lalu harus diperiksa lagi oleh pengacara untuk memastikan bahwa itu kebal tuntutan dan jurnalis tidak akan dituntut apa pun. Ada banyak pemeriksaan yang terlibat dan itu benar-benar memakan banyak waktu.

Berapa banyak orang yang terlibat dalam proyek ini, kalau hanya terhitung reporter dan peneliti, 26 orang. Jika termasuk fotografer dan pembuat film dan lainnya, jumlahnya di atas 30 orang.

“Ini melibatkan banyak orang yang berbeda. Saya pikir tantangan terbesar adalah mencoba memahami ketika data yang kami miliki dari sumber yang berbeda tidak sesuai satu sama lain. Bagaimana kami mengubahnya menjadi sebuah artikel. Bagaimana kami tampil dengan gambaran yang jelas bagi pembaca,” ujar Tom.

Tantangan terbesar, misalnya, jika melihat laporan tahunan perusahaan. Mereka menyatakan bahwa pada dasarnya, mereka semua mematuhi hukum dan tidak ada masalah. Namun, data pemerintah menyebutkan, masih banyak perusahaan yang tidak patuh pada eraturan perundang-undangan.

“Jadi, Anda pikir, oke, apa faktanya ada di suatu tempat di antara kedua pernyataan itu? Itu yang terjadi. Itu sebabnya kami mencoba untuk mendapatkan sebanyak mungkin sumber data yang berbeda dan menyajikan sebanyak mungkin bukti dengan cara yang berbeda untuk menunjukkan bahwa ini adalah masalah skala besar yang telah berlangsung lama. Itu adalah tantangan terbesar,” cetus Tom.


Artikel ini bersumber dari www.alinea.id.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!