Ekosistem dan Kolaborasi Industri Tembakau dan Cengkeh Perlu Diperkuat

Ekosistem dan Kolaborasi Industri Tembakau dan Cengkeh Perlu Diperkuat
Foto : Istimewa

Tahun ini, industri tembakau menghadapi tantangan akibat kenaikan tarif cukai dan harga jual eceran (HJE), dan lonjakan perdagangan rokok ilegal. Aliansi Masyarakat Tembakau (AMTI), salah satu asosiasi yang ada di ekosistem industri tembakau, berharap  pemerintah lebih memerhatikan kelanjutan industri tembakau melalui regulasi berimbang bagi seluruh pemangku kepentingan.

Seluruh mata rantai ekosistem pertembakauan mengimbau proses dan materi Uji Publik Revisi PP No. 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan (PP 109/2012) dirancang untuk menjalin diskusi yang kolaboratif untuk menyokong industri ini.

Badan Pusat Statistik menunjukkan tren penurunan mengenai persentase anak berusia 10-18 tahun yang merokok. Pada 2018, persentasenya mencapai 9,65% pada 2018. Angkanya kemudian menurun menjadi 3,87% pada setahun setelahnya. “Pada 2020, persentase anak berusia 10-18 tahun yang merokok kembali merosot menjadi 3,81%,” ujar Budidoyo, Ketua Aliansi Masyarakat Tembakau (AMTI), di Jakarta, Kamis (28/7/2022).

Budidoyo pun menegaskan bahwa pengajuan dan usulan revisi PP 109/2012 cacat hukum. Berlanjut dengan uji publik yang tidak sesuai dengan konstitusi dan teridentifikasi intervensi kelompok- kelompok anti tembakau yang sudah terlebih dahulu menerima draft revisi. Uji publik yang dilakukan tidak didorong untuk mengedepankan asas keterbukaan, keadilan dan independensi.

oeseno, Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) menjabarkan seluruh petani menghimbau semua pihak mengkaji lebih lanjut revisi PP 109/2012 karena akan berimbas pada mata pencahariaan 2,5 juta petani tembakau dan 1,5 juta petani cengkeng.”Sebanyak 2,5 juta petani tembakau dan 1,5 juta petani cengkeh yang hidupnya bergantung pada ekosistem pertembakauan.  Petani berhak mendapat perlindungan, diberi kesempatan untuk hidup layak dan sejahtera, ” papar Soeseno.

Ruang informasi dibuka seluasnya kepada para petani tembakau untuk mengakses seluas-luasnya dan memahami sepenuhnya rencana revisi PP 109/2012.Untuk diketahui bahwa ada empat poin utama Revisi PP 109/2012 di antaranya berisi 90% larangan promosi, pembatasan produksi, pengaturan aktivitas tata niaga, hingga aktivitas konsumen, sementara mengabaikan hak masyarakat di dalam ekosistem pertembakauan itu sendiri.

Desakan kelompok-kelompok anti-tembakau tentunya bertentangan dengan usaha positif yang hendak dicapai oleh Pemerintah Indonesia melalui Rencana Pemulihan Ekonomi Nasional pasca pandemi Covid-19. “Sepanjang pandemi berlangsung, kami petani cengkeh berupaya bangkit, memulihkan kemandirian dan daya beli,” tambah I Ketut Budhyman Mudhara, Sekjen Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia (APCI).

AMTI, APTI dan APCI mendorong keterlibatan ekosistem pertembakauan dalam proses pembuatan draft revisi dan uji publik PP 109/2012  agar revisi regulasi tersebut transparan dan berimbang. “Ekosistem pertembakauan telah patuh dengan seluruh pedoman yang ada di PP 109/2012. Tembakau dan produk tembakau adalah barang legal dan aktivitas legal. Kami mohon kepada pemerintah untuk melindungi ekosistem pertembakauan yang telah memberi sumbangsih bagi negeri,” kata Hananto.

Swa.co.id


Artikel ini bersumber dari swa.co.id.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!