Kenaikan Suku Bunga The Fed Berpotensi Pengaruhi Arus Pasar Modal RI

Jakarta: Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman mengatakan normalisasi moneter dari bank sentral Amerika Serikat (AS), The Fed, yang lebih hawkish terutama kenaikan suku bunga akan memengaruhi sektor eksternal Indonesia. Pengaruh itu khususnya pada arus pasar modal.
 
Seperti yang diharapkan, The Fed terus mengambil langkah yang lebih agresif dalam memerangi inflasi dalam beberapa pertemuan belakangan ini. “Situasi tersebut telah meningkatkan risiko terhadap posisi cadangan devisa dan stabilitas nilai tukar rupiah,” kata Faisal, dilansir dari Antara, Kamis, 28 Juli 2022.
 

Potensi tersebut, sambung dia, tetap ada meski kinerja ekspor cukup baik di tengah harga komoditas yang tinggi dan memungkinkan Indonesia untuk tetap menjalankan serangkaian surplus perdagangan yang besar.







Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?




The Fed terus menaikkan suku bunga kebijakan atau Fed Funds Rate (FFR) sebesar 75 basis poin (bps) dari 1,5-1,75 persen menjadi 2,25-2,5 persen pada pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) Juli 2022. Kondisi itu mendorong biaya pinjaman ke level tertinggi sejak 2019 atau sebelum pandemi.

Langkah tersebut diambil dengan latar belakang pasar tenaga kerja yang sangat ketat dan inflasi yang terlalu tinggi. Meski demikian, Faisal menuturkan, otoritas AS menegaskan kembali kenaikan berkelanjutan dalam kisaran target untuk suku bunga akan sesuai, yang akan melanjutkan proses pengurangan ukuran neraca secara signifikan.
 
Indikator belanja dan produksi di Negeri Paman Sam baru-baru ini telah melunak dan inflasi tetap jauh di atas tujuan jangka panjang, yakni dua persen. Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) berada di atas ekspektasi sebesar 9,1 persen pada Juni 2022, dengan perubahan pada inflasi inti sebesar 5,9 persen.
 

“Pertumbuhan belanja konsumen telah melambat secara signifikan, sebagian mencerminkan pendapatan riil yang dapat dibelanjakan dan kondisi keuangan yang lebih ketat. Investasi bisnis tetap juga terlihat menurun pada kuartal kedua,” katanya.
 

Terlepas dari perkembangannya, pasar tenaga kerja tetap sangat ketat, dengan tingkat pengangguran mendekati level terendah 50 tahun, lowongan pekerjaan mendekati level tertinggi dalam sejarah, dan pertumbuhan upah meningkat.
 

Dengan demikian, ia memperkirakan, langkah Fed selanjutnya akan bergantung pada data. Selama beberapa bulan mendatang, bank sentral AS akan mencari bukti kuat bahwa inflasi bergerak turun, konsisten dengan inflasi yang kembali ke level dua persen.

 

(ABD)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!